by

Bank Muamalat Reborn

Oleh Anif Punto Utomo
Wartawan Senior dan Penulis Buku

Ini buku pertama (mungkin nanti menyusul buku yang lain) di tahun 2022 yang saya tulis: Bank Muamalat Reborn. Buku ini saya tulis bersama sahabat saya, Mas Iskandar Zulkarnain, yang dulu pernah juga menulis bersama pada 2013 di buku berjudul: Dua Dekade Ekonomi Syariah.

Tadi siang buku ini kami sampaikan ke Pak Wapres RI KH Ma’ruf Amin sekaligus melaporkan bahwa buku sudah selesai cetak dan segera beredar. Kenapa perlu kami laporkan ke Pak Kyai (begitu saya biasa memanggil ketika mulai menulis biografi beliau pada 2018)? Karena beliau selalu mengawal perjalanan Bank Muamalat sejak dua dekade terakhir. Terutama pada tahun-tahun belakangan di mana bank milik umat ini dalam kondisi kritis.

Buku ini menceritakan perjalanan Bank Muamalat sejak berdiri pada November 1991 (dan kemudian beroperasi Mei 1992) sampai pada awal 2022. Penekanan cerita lebih pada sewindu terakhir ketika kinerja Bank Muamalat mulai tersandera oleh pembiayaan macet di luar batas. Modal yang dulu susah payah dikumpulkan, secara perlahan tergerus sehingga bank menjadi oleng.

Sudah seharusnya pemegang saham utama yakni IsDB-Boubyan-Sedco menyuntik modal, tetapi dengan alasan masing-masing mereka tidak bersedia. Mulailah pencarian investor untuk menyuntik modal. Maka muncullah dulu nama konsorsium Minna Padi, namun gagal. Setelah itu datang konsorsium Al Falah, tetapi juga tidak berlanjut. Rupanya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak merestui kedua konsorsium tersebut.

Kemudian berlanjut adanya keinginan agar Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) masuk di Bank Muamalat. Pada saat bersamaan IsDB-Boubyan-Sedco setelah dirayu-rayu bersedia menghibahkan sahamnya. IsDb masih menyisakan sedikit saham, Boubyan-Sedco menghibahkan seluruhnya. Kepada siapa saham dihibahkan? Mereka bersedia menghibahkan asalkan ke BPKH. Klop.

Apakah BPKH langsung masuk menjadi pemegang saham pengendali? Tidak. Ada syarat khusus dari BPKH yakni Bank Muamalat harus sehat dulu, tidak boleh ada pembiayaan macet (non performing financing) yang melampaui batas. Untuk itu, dilakukan asset swap atau menukar pembiayaan macet dengan sukuk. Di sinilah kemudian Perusahaan Pengelola Aset (PPA) berperan. Erick Tohir sebagai ‘penguasa’ BUMN terus mendorong BUMN yang bergerak di bidang penyehatan perusahaan itu bersinergi dengan Muamalat.

Setelah pertukaran aset selesai, Bank Muamalat tidak lagi dibebani pembiayaan macet, barulah kemudian BPKH masuk. Tapi kalau hanya mengeluarkan pembiayaan macet, modal Bank Muamalat tidak mencukupi untuk mendorong agar ekspansif. Untuk itu BPKH menyuntik modal Rp 3 triliun yang terdiri atas Rp 1 triliun suntikan langsung lewat right issue dan Rp 2 triliun berupa sukuk subordinasi.

Dari sini ada perjalanan kepemilikan saham Bank Muamalat yang unik, yakni dari kepemilikan oleh masyarakat Indonesia, kemudian beralih ke asing, dan kini kembali ke pemilikan nasional. Untuk itu, dalam salah satu sub bab kami memberi judul: Kembali ke Pangkuan Ibu Pertiwi. Tidak ada satu bank pun di Indonesia yang memiliki riwayat seperti itu. Biasanya kalau sudah dimiliki asing, selamanya akan dimiliki asing.

Buku ini relatif obyektif. Melihat dari berbagai sisi. Dan yang jelas memang bukan company profile. Tapi tentu tidak semua data dan fakta yang disampaikan narasumber bisa ditulis. Ada bilik-bilik rahasia yang hanya boleh dilihat tetap tidak bisa untuk diungkap karena filosofinya tidak semua yang bisa diungkap berujung pada kebaikan.

Presiden RI Jokowi secara khusus memberikan kata pengantar untuk buku ini. Jokowi sangat concern terhadap penyelamatan Bank Muamalat. Sejak awal Jokowi juga mewanti-wanti agar bank yang menjadi ikon ekonomi syariah itu tidak hanya diselamatkan, tetapi juga kembali dimiliki oleh investor dalam negeri. Jadi, tidak salah jika Jokowi memberikan pengantar bagi pembaca.

Pengantar yang lain adalah dari Menteri BUMN Erick Thohir. Sebagai ketua umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Erick juga peduli dengan penyelamatan Bank Muamalat. Dicarilah cara elegan untuk menyelamatkan bank tersebut tanpa mengusik keuangan negara. Ketemulah PPA, BUMN yang memang bergerak di penyehatan perusahaan sekarat. Itulah mengapa ada pengantar dari menteri BUMN.

Pada bab terakhir dari buku ini berisi wawancara khusus dengan Wapres RI. Banyak hal yang disampaikan oleh Pak Kyai, salah satunya adalah penekanannya pada statement ‘Bank Muamalat boleh sakit, tetapi tidak boleh mati’. Rupanya saat itu ada pihak-pihak yang memilih Bank Muamalat dimatikan daripada diselamatkan. Bagi Wapres mempertahankan keeksisan Bank Muamalat adalah menjaga ruh ekonomi syariah di Indonesia.

Harapan besar tertumpu pada manajemen Bank Muamalat. Penyelamatan sudah dilakukan, tinggal bagaimana mengelolanya hingga menjadi bank yang kredibel dan menjadi kebanggaan umat. Bank ini didirikan dengan semangat membesarkan ekonomi syariah di Tanah air. Jangan sampai semangat itu padam.***

1

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *