by

BPJS Kesehatan Jadi Epicentrum Asuransi Kesehatan Dunia

Deputi Direksi Wilayah Jabodetabek BPJS Kesehatan,  Ni Made Ayu Sri Ratna Sudewi memberikan penjelasan soal perkembangan BPJS Kesehatan di Sentul.
Deputi Direksi Wilayah Jabodetabek BPJS Kesehatan, Ni Made Ayu Sri Ratna Sudewi memberikan penjelasan soal perkembangan BPJS Kesehatan di Sentul.

DepokRayanews.com- BPJS Kesehatan kini tampil sebagai epicentrum asuransi kesehatan dunia karena dalam jangka waktu kurang dari 5 tahun, pesertanya sudah mencapai 200 juta orang.

“BPJS kini menjadi perusahaan pengelola asuransi kesehatan terbesar di dunia,” kata Ni Made Ayu Sri Ratna Sudewi, Deputi Direksi Wilayah Jabodetabek BPJS Kesehatan kepada wartawan di Sentul, Jumat (10/8/2018).

Menurut Ratna, kalangan industri asuransi internasional melihat BPJS Kesehatan sebagai perusahaan asuransi kesehatan yang tumbuh luar biasa. Jumlah pesertanya banyak dan jaminan kesehatannya sangat luas. Sementara di luar negeri jaminan kesehatan itu terbatas dan ada cost sharing.

“Ini membuktikan komitmen negara sangat tinggi. Negara hadir di tengah-tengah masyarakat dengan memberikan jasa pelayanan kesehatan yang dikelola oleh BPJS Kesehatan, ” kata Ratna.

Dulu, sebelum ada BPJS Kesehatan, sebagian besar bahkan sampai 70 persen maayarakat ikut program asuransi komersial. Hanya sekitar 30 persen yang ditangani atau dilayani pemerintah.

“Kini 90 persen rakyat Indonesia menjadi peserta asuransi milik pemerintah yang dikelola BPJS Kesehatan. Ini bukti bahwa pemerintah hadir,” kata Ratna.

Pelayanan kesehatan yang diberikan pemerintah jangan dilihat hanya dari seberapa banyak rumah sakit dibangun, seberapa banyak jumlah tempat tidur yang tersedia.

“Tapi ada yang lebih besar dari itu yakni dampaknya terhadap ketahanan keluarga,” kata dia.

Ratna kemudian menyebut rumah tangga katasropik (RTK) yang akan berdampak luar biasa pada ekonomi keluarga yang ujung-ujungnya bermuara pada ketahanan keluarga.

“Kalau ada satu anggota keluarga yang sakit, apalagi sakit jantung dan sebagainya. Itu akan membutuhkan biaya kesehatan yang sangat besar kalau tidak ikut program JKN-KIS, ” kata Ratna.

Atau ada anak yang lahir dengan kondisi kurang gizi ata stunting, akan berdampak pada tingkat kecerdasan anak.

Terkait adanya ketentuan baru soal penyakit katarak, bayi baru lahir dan rehabilitas medik, menurut Made tidak ada persoalan karena tidak ada manfaat yang dikurangi.

“Ketentuan baru itu tidak mengurangi mamfaat sama sekali, jadi tidak ada masalah sebetulnya, ” kata Ratna.

Kalau kemudian ada reaksi setelah ketentuan baru itu keluar, itu hanya soal sosialisasi dan komunikasi saja.

“Kan sudah banyak rumah sakit dan komite medis yang berbicara bahwa ketentuan baru itu tidak mengurangi manfaat sama sekali. Hanya soal pengaturan saja terkait kualitas pelayanan, ” kata Ratna sambil menyebut ada pasien yang menjalani rehabilitasi medis sampai 3 tahun lebih.

“Apa ya harus begitu, 3 tahun masih menjalani rehabilitasi medis. Ini yang kita atur bagaimana kualitas pelayanannya. Pasien datang ke rumah sakit untuk terapi 3 kali seminggu selama sampai 3 tahun. Kita lihat efektifitasnya. Kita ajarkan pasien supaya bisa mandiri, latihan sendiri di rumah sehingga tidak perlu bolak balik ke rumah sakit,” kata Ratna. (red)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *