by

Ibunda Jokowi Sujiatmi Notomiharjo, Gadis Desa Bersahaja

Ibunda Presiden Jokowi

Depokrayanews.com- Sujiatmi Notomiharjo, Ibunda Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninggal dunia pada Rabu 25 Maret 2020. Sujiatmi lahir 15 Februari 1943 – umur 77 tahun.

Sosok Sujiatmi adalah figur ibu yang menjadikan pembawaan Jokowi yang kalem, sopan, santun, sederhana, dan pekerja keras seperti sekarang ini.

Sujiatmi adalah anak dari pasangan Wirorejo dan Sani, pedagang kayu dari Kelurahan Giriroto, Ngemplak, Boyolali.

Usaha perkayuan ini juga yang kemudian digeluti bersama suaminya, Widjiatno Notomihardjo, walaupun tidak terlalu sukses dan pasangan yang menikah muda ini hidup kesulitan di awal pernikahannya.

Pembawaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang kalem, sopan, santun, sederhana, dan pekerja keras itu rupanya tidak jauh-jauh dari sosok sang ibunda, Sujiatmi Notomiharjo.

”Yang penting, mendidik anak itu harus jujur di segala bidang. Ojo milik punya orang lain yang bukan hakmu. Dari kecil, anak-anak saya didik yang bukan hakmu jangan kamu ambil. Jangan seneng punya orang lain,” kata Sujiatmi kepada Sahabat Keluarga, kala ditanya apa resepnya dalam mendidik anak-anak.

Sahabat Keluarga menyambangi rumahnya di kawasan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Solo.

Rumah yang bersahaja, untuk ukuran kediaman orangtua Presiden.

Sambutan hangat menjadi terasa istimewa dalam pertemuan sekitar dua jam.

Jokowi di kediaman orangtuanya di Solo ketika memberikan keterangan soal meninggalnya sang ibunda.

Menurut Sujiatmi, kejujuran dan ojo milik (tidak tergiur memiliki) menjadi yang utama yang ditekankan Ibu Sujiatmi dan almarhum Notomiharjo kepada anak-anaknya.

Dari pernikahan bahagia mereka, lahir Jokowi, anak sulung, dan adik-adiknya, Iit Sriyantini , Idayati, dan Titik Ritawati.

Pendidikan budi pekerti, kesederhanaan hidup, kerendahan hati, menjadi pembentuk karakter Jokowi dan adik-adiknya.

Kepada Jokowi, yang sama sekali tidak diduganya akan menjadi pejabat tinggi, Ibu Sujiatmi selalu berpesan untuk selalu amanah.

”Saya cuma mengingatkan saja. Kamu bukan hanya milik keluarga, sekarang sudah punya bangsa Indonesia,” katanya.

”Sepuluh tahun kok naik pangkat tiga kali. Kamu harus bersyukur jangan menggak-menggok (belak belok), lurus saja. Jangan aneh-aneh diberi amanah sama rakyat, sama Allah. Dijalankan dengan baik.”

Sosok seorang Jokowi memang tak lepas dari didikan Ibu Sujiatmi, pekerja keras yang membantu suaminya dalam berdagang kayu.

“Saya hanya membantu suami. Suami mencari glondong (kayu), saya di perusahaan. Kakak saya, usaha kayunya jauh lebih besar. Bagi saya yang penting cukup untuk sekolah anak-anak, tidak harus kaya raya,” katanya .

Sujiatmi kecil memang lahir dari keluarga pedagang kayu di Dusun Gumukrejo, Desa Giriroto, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali.

Sujiatmi adalah perempuan satu-satunya, dari tiga bersaudara putra dari Wirorejo dan Sani, yang dilahirkan pada 15 Februari 1943. Sujiatmi gadis desa yang bersahaja.

Meski ia satu-satunya anak perempuan, orangtuanya tak membeda-bedakan perlakuannya terhadap anak-anak mereka.

Saat kakak lelakinya bersekolah di SD Kismoyo, sekitar 5 kilometer dari rumah, Sujiatmi juga disekolahkan.

Kala itu, Sujiatmi kecil adalah satu-satunya siswa perempuan.

Teman-temannya di sekolah berasal dari tiga kampung di sekitar sekolah. Jarak yang terbilang jauh itu ditempuh Sujiatmi dengan berjalan kaki, tapi tak jarang juga dengan bersepeda.

Seperti diungkapkan Sujiatmi dalam buku Saya Sujiatmi, Ibunda Jokowi (2014), karya Kristin Samah dan Fransisca Ria Susanti, Sujiatmi tidak ingat apakah ia bersekolah dengan bersepatu dan berseragam.

Yang ia ingat, rambut hitamnya selalu dikepang dua oleh ibunya.

Pelajaran berhitung adalah yang paling ia sukai. Ia selalu merindukan kehadiran gurunya.

Ia berusaha menjadi yang pertama mengacungkan jarinya untuk mengerjakan soal-soal hitungan di depan kelas.

Kelak, kemampuan berhitung ini menjadi kelebihan Sujiatmi dalam membantu suaminya membangun usaha.

Sang suami, Widjiatno, adalah kawan sepermainan Mulyono, kakak Sujiatmi, yang tiga tahun lebih tua darinya.

Ketika bertemu dengannya, Widjiatno di bangku SMA, sementara ia di SMP.

Widjiatno, yang ketika dewasa mengubah nama menjadi Notomiharjo, adalah pemuda yang berparas halus dan bertubuh gagah.

“Pak Noto itu ganteng sekali,” kata Sujiatmi.

Notomiharjo muda tinggal bersama kakek-neneknya di Dusun Klelesan, masih tetangga Gumukrejo.

Orangtua Notomiharjo tinggal di Desa Kranggan, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar, sekitar 25 km dari Boyolali.

Keluarga besarnya Lurah Desa Kranggan. Bapaknya, pakdenya, juga kakeknya pernah memimpin Desa Kranggan.

Sujiatmi dan Widjiatno menikah di usia muda, pada 23 Agustus 1959. Kala itu Sujiatmi berusia 16 tahun, sedangkan Widjiatno berumur 19 tahun.

Keduanya belum lulus sekolah. Namun di masa itu, wanita berusia 16 tahun, sudah jamak menikah. Banyak pula, kawan-kawan Sujiatmi yang lebih belia sudah menikah lebih dulu. (berbagai sumber)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *