by

Ini Cara Pemkot Depok Menghentikan Kekerasan pada Anak

Ketua Tim Penggerak PKK Kota Depiok, Bunda Elly Farida selalu turun ke masyarakat mensosialisasikan Stop Kekerasan pada Anak.
Ketua Tim Penggerak PKK Kota Depiok, Bunda Elly Farida selalu turun ke masyarakat mensosialisasikan Stop Kekerasan pada Anak.

DepokRayanews.com- Masih ingat kasus kekerasan seksual yang dilakukan seorang guru SD terhadap belasan siswanya di Kecamatan Cimanggis? Ya, kasus begitu menyayat perasaan banyak orang. Tidak heran kalau kemudian kasus ini menarik banyak perhatian termasuk dari Komnas HAM Perlindungan Anak.

Kasus itu benar-benar mencoreng dunia pendidikan di Kota Depok, meskipun pelakunya disebut oknum guru. Tapi karena prilaku bejat itu dilakukan di lingkungan sekolah tentu sangat memprihatinkan. Kasus serupa juga pernah terjadi di sekolah swasta ternama di Jakarta bahkan melibatkan guru berkebangsanaan asing.

Kasus guru Cimanggis menambah banyak catatan kekerasan seksual terhadap anak di Depok . Korbannya pun meningkat, Tahun 2017, laporan yang masuk ke call center Pemkot Depok tercatat ada 60 kasus kekerasan terhadap anak. Data ini belum termasuk laporan yang masuk ke Polresta Depok.
Sedangkan sampai akhir Agustus 2018, jumlah laporan yang masuk ke call center Pemkot Depok sudah mencapai 60 kasus. Artinya, hampir dipastikan jumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak Tahun 2018 meningkat.

Tidak heran kalau kemudian Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) berteriajk-teriak soal kasus ini. Dari catatan Komnas PA, jumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak di wilayah Jabodetabek cukup tinggi dan Kota Depok menempati urutan keempat setelah Jakarta, Tangerang dan Bekasi.

Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait menyebut tingginya angka kekerasan seksual terhadap anak membuktikan buruknya situasi perlindungan anak di Indonesia, termasuk di Kota Depok. Arist menduga angka kekerasan seksual terhadap anak sesungguh jauh lebih besar dari apa yang dilaporkan itu karena sebagian ada yang tidak mau mengungkap dan tidak mau melapor sebagai korban.

Teriakan yang sama juga disampaikan Ketua KPAI, Susanto ketika datang ke Mapolresta Depok bersama Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti. Karena menganggap kasus ini serius, (KPAI) langsung menurunkan tim untuk mendalami kasusnya sekaligus meminta progres penanganannya dari pihak kepolisian.

stop kekerasan

Meningkatnya angka kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak dan perempuan di Kota Depok, juga pernah diungkap Kepala Tim Satuan Tugas Srikandi Polresta Depok, Ipda Nurul Kamila Wati,
Data yang masuk ke Polresta Depok, menunjukan pada Tahun 2016, ada 280 laporan yang masuk ke Polresta Depok . Tahun 2015 sebanyak 265 kasus dan 2014 sebanyak 244 kasus dan tahun 2013 sebanyak 171 kasus. Sedangkan pada Tahun 2017 sampai Agustus saja sudah mencapai 167 kasus. Kelihatan bahwa setiap tahun terjadi peningkatan yang sangat besar.

Prihatin atas berbagai kasus yang menimpa anak-anak dan perempuan itu, Tim Srikandi Polresta Depok melakukan sosialisasi dan memberikan imbauan kepada masyarakat bersama stakeholder dan instansi terkait.

“Kita juga kerjasama dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Depok yang peduli dengan kasus ini, untuk bersama-sama melakukan sosialisasi dan menyampaikan imbauan dengan melaksanakan kegiatan preemtif, preventif, maupun represif,’’ kata Nurul suatu kali di acara yang diselenggarakan Dinas Perlindungan Anak, Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga (DPAPMK) Kota Depok.

Ketua Tim Penggerak PKK Kota Depok, Bunda Elly Farida merasa sangat terpukul dengan adanya kasus guru Cimanggis. Apalagi kasus itu terjadi saat DPAPMK Kota Depok sedang gencar-gencarnya berupaya mewujudkan Depok Kota Layak Anak.

Bunda Elly Farida mengatakan, mewujudkan Depok sebagai Kota Layak Anak pada dasarnya adalah memberikan perlindungan terhadap anak dari berbagai hal yang menganggu hak-hak anak, apalagi yang terkait dengan kekerasan seksual terhadap anak.

“Terus terang saya miris melihat kondisi yang terjadi di lapangan. Kekerasan terhadap anak termasuk kekerasan seksual sangat memprihatinkan,’’ kata istri Walikota Depok itu. Tidak heran kalau kemudian Bunda Elly Farida mengajak semua pihak untuk segera mewujudkan Depok sebagai Kota Layak Anak.
Semua jenjang mulai dari kelurahan sudah dibentuk kelurahan ramah anak, RW ramah anak, sekolah ramah anak, puskesmas ramah anak sampai kecamatan layak anak.. Muaranya adalah menjadikan Depok sebagai Kota Layak Anak.

Sosialisasi Stop Kekerasan pada Anak terus digalakkan di semua lini, baik di sekolah maupun di lingkungan RW dan komplek perumahan. Tahun 2018 misalnya, DPAPMK terutama bidang Tumbuh Kembang dan Pengembangan Kota Layak Anak sudah melakukan sosialisasi Stop Kekerasan pada Anak di 7 lokasi yakni di sekolah Master, SD Cisalak 3 , Rusunawa, SD Tugu Ibu, SDIT Rahmaniyah, Komplek Permata Depok dan di RW 4 Kelurahan Tirtajaya. Kegiatan roadshow Stop Kekerasan pada Anak juga dikolaborasikan dengan parenting, karena hulu dari persoalan kekerasan itu adalah keluarga itu sendiri. Semua berawal dari rumah.

Dalam sosialisasi Stop Kekerasan pada Anak, Bunda Elly Farida maupun Kepala Bidang Tumbuh Kembang dan Pengembangan Kota Layak Anak DPAPMK, Yulia Oktavia menjelaskan bahwa tubuh anak itu adalah miliknya sendiri. Tidak boleh disentuh oleh orang lain, kecuali ibunya.

“ Anak-anak harus diberi tahu bahwa tubuh mereka tidak boleh disentuh orang lain tanpa seizin mereka. Ya, tubuh anak adalah milik anak, sehingga nggak selayaknya ada orang lain yang boleh menyentuh sembarangan,’’ kata Yulia.

Menurut Yulia, ada empat bagian tubuh yang tidak boleh disentuh orang lain yakni bibir, dada, alat reproduksi dan pantat.

Yulia mengajak ortangtua untuk mengajari anak untuk berkata tidak dan melindungi bagian pribadi mereka jika ada orang yang menyentuh.

‘’Ajari anak tentang sentuhan baik dan buruk. Sentuhan buruk itu jika ada orang yang menyentuh bagian terlarang. Nah, bagian terlarang itu merupakan area tubuh yang tertutup pakaian dalam,’’ kata Yulia.

DPAPMK sebagai dinas teknis sudah melakukan beberapa langkah strategis bagaimana menghentikan kekerasan terhadap anak dengan membentuk Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Pusat Pembelajaran Keluarha (Puspaga). Kemudian dengan Dinas Sosial dibentuk pula Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3).

“Lembaga-lembaga ini yang secara intensif melakukan konsoling, rehabilitasi atau advokasi terhadap para korban,’’ kata Yulia. Kemudian di lingkungan sekolah , pihaknya sudah bekerjasama dengan Dinas Pendidikan untuk menggalakkan sekolah ramah anak.

Menuruit Yulia, prilaku kekerasan terhadap anak harus segera dihentikan, apapun alasannya. Dan ini bukan hanya tanggungjawab pemerintah, tapi tanggungjawab bersama, tanggungjawab semua pihak.

Anak adalah milik kita semua, karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Jangan biarkan mereka tertekan, terintimidasi, dibullying apalagi mengalami kekerasan seksual dari orangtuanya sendiri.

Jadi mulai hari ini, kalau melihat ada orang tua memarahi atau mencubit anaknya yang rewel, atau di lingkungan rumah ada anak-anak yang mendapat perlakuan kekerasan dari orang tua, babysitter, atau orang-orang yang seharusnya melindunginya? Jangan diam saja, semua kita harus bertindak untuk menghentikannya. Untuk informasi pelayanan pengaduan kekerasan terhadap anak, silakan lapor ke nomor 08111186598

Kalau kita tidak yakin bisa melakukannya sendiri, ajak orang-orang sekitar dan lapor pada ketua lingkungan, satpam, dan polisi. “Jangan takut bertindak dan melapor!” kata pemerhati anak, Seto Mulyadi.

“Ada pepatah, untuk membesarkan seorang anak dibutuhkan orang sekampung. Nah, untuk melindungi seorang anak juga diperlukan orang sekampung!” kata Seto. Dalam UU perlindungan anak pun, yang diancam pidana bukan hanya pelaku. “Siapa pun yang mengetahui tindak kekerasan terhadap anak dan tidak melakukan apa pun, sanksi pidananya 5 tahun,” kata Seto. (adi)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *