by

Inikah Antiklimaks Pilkada Depok ?

Pilkada Depok

Depokrayanews.com- Sejak selepas lebaran Idul Fitri, perbincangan tentang siapa sosok yang akan tampil sebagai Calon Walikota dan Wakil Walikota Depok sangat hangat. Partai-partai sibuk menggelar silaturahmi politik.

Klimaksnya ketika mucul beberapa nama baru yang diharapkan bisa membawa perubahan baru di Kota Depok, seperti Rama Pratama, Farabi El Fouz, Hardiono, Diana Dewi, dan Imam Budi Hartono. Kemudian sejumlah partai politik tarik menarik membuat koalisi. Koalisi Tertata misalnya, awalnya ada 4 partai yakni PPP, PAN, PKB dan Demokrat.

Di tengah jalan PKB menarik diri dengan alasan belum ada arahan dari DPP. Padahal 3 partai lain sampai saat ini juga belum ada arahan tertulis dari DPP masing-masing. Koalisi Gerindra-PDIP yang dibangun lebih awal juga berusaha menarik Partai Golkar.

Sejak awal dibentuk, memang Koalisi Tertata sengaja dibangun petahana Mohammad Idris sebagai sekoci bila PKS tidak lagi mengusungnya dengan berbagai alasan.

Karena PKB mundur, jumlah kursi Koalisi Tertata tidak cukup lagi untuk mengantarkan Idris ke panggung Pilkada. Koalisi Tertata kemudian merangkul Partai Golkar untuk bergabung. Setelah beberapa kali pertemuan, mulai ada titik terang, maka nama koalisinya pun berubah menjadi Karya Tertata.

Idris kemudian berkunjung ke rumah Ketua DPD Partai Golkar Kota Depok dr Farabi El Fouz. Silaturahmi seperti itu juga dilakukan Idris ke kediaman Ketua PPPP Qonita di Bojongsari dan kediaman Ketua Partai Demokrat Edi Sitorus di Cimanggis.

Dalam setiap kunjungan silaturahmi, sebenarnya tidak ada yang istimewa. Idris selalu bicara normatif bahwa itu adalah kunjungan silaturahmi. Tidak ada yang spesifik, misalnya akan memilih siapa sebagai calon pendampingnya. Idris tidak salah, karena Idris memang tidak petugas partai, tapi hanya ”penumpang” di partai. Keputusan sangat tergantung pada DPP partai yang akan mengusungnya.

Idris juga bertemu Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan di Jakarta, meskipun kemudian mendapat sindiran pedas dari Ketua Harian PAN Jawa Barat, Hasbullah. Sepertinya, Hasbullah merasa dilangkahi karena Idris tidak berkunjung ke DPD PAN.

Hingga saat ini baru pasangan Pradi Supriatna – Afifah Alia yang sudah sah memegang tiket masuk ke panggung Pilkada, setelah DPP PDI Perjuangan memutuskan kedua nama itu meskipun hingga Senin 20 Juli 2020, DPP Partai Gerindra belum mengeluarkan Surat Keputusan (SK).

Kalau Gerindra memutuskan nama Pradi Supriatna, maka Pilkada Depok diperkirakan hanya akan dikuti 2 pasang calon. Ini pun belum harga mati, karena politik sangat fleksibel. Perubahan bisa terjadi kapan saja.

Lalu siapa satu pasangan lagi ? Jawaban ini yang banyak ditunggu. Mungkinkah Idris akan berpasangan dengan Imam Budi Hartono, sang pemenang Pemilu Raya (Pemira) PKS Kota Depok ? Atau Idris – Farabi, atau Imam-Farabi.

Idris mengatakan dirinya punya chemistry dengan Farabi. Begitu juga Imam merasa cocok dengan Farabi. Karena itu, Imam pada Jumat 17 Juli 2020 lalu datang melamar Farabi dengan membawa sebuah sajadah hasil kerajinan UMKM Garut.

Terakhir memang santer Idris-Imam ? Benarkah ? orang-orang penting di PKS belum satupun yang berani bicara keabsahan informasi itu, karena sangat tergantung keputusan Dewan Syuro. Di DPP PKS, kabarnya ada 3 nama yang masuk yakni Mohammad Idris, Imam Budi Hartono dan Farabi El Fouz. Informasi ini diakui oleh orang-orang dekat Dewan Syuro.

Karena itu, Imam sangat antusias mengatakan akan memilih Farabi sebagai wakilnya, kalau kemudian DPP PKS memutuskan dirinya sebagai calon Walikota Depok. Bagaimana kalau nama Idris yang dipilih DPP PKS, siapa yang akan menjadi calon wakilnya ?

Tentu PKS sebagai pemenang Pileg tidak mau kehilangan hasil perjuangan pada Pileg 17 April 2019. Di sinilah muncul nama Idris-Imam. Idris akan membawa PPP, PAN, dan Demokrat, kalau semua DPP menyetujui. Kalau tidak, tentu PKS akan maju sendiri. Tinggal Golkar mau mengarah ke mana ? Bisa ke Pradi-Afifah, atau ke Idris-Imam.

Kalau Idris-Imam benar-benar terjadi, banyak pihak meragukan ”kecocokan” pasangan itu. ”Kalau Idris-Imam, ini namanya kawin paksa,” kata seorang tokoh politik di Depok. Kenapa? karena dari dulu Idris dan Imam kurang sejalan.

Apalagi pada Pilkada 2015, keduanya menjadi pesaing untuk memperebutkan tiket Calon Walikota dari DPP PKS. Sekarang persaingan itu terulang kembali. Kalau ”perkawinan” Idris-Imam tetap dilanjutkan, dikhawatirkan keharmonisan hanya akan berjalan sesaat. Bulan madunya diperkirakan akan lebih singkat dibanding Idris-Pradi.

Inikah antiklimaks Pilkada Depok ? Bisa iya, bisa tidak. Sebab, di luar PKS, PDIP dan Gerindra, masih ada 6 partai dengan 18 kursi yang sampai Senin 20 Juli 2020, DPP nya belum mengambil keputusan mau mengarah ke mana, yakni Golkar, PAN, PPP, PKB, Demokrat dan PSI.

PKS dengan 12 kursi bisa mengusung calonnya sendiri, katakanlah Idris-Imam tadi. Artinya, PKS bisa jalan sendiri tanpa ada dukungan partai lain. Kemudian Gerindra – PDIP katakanlah sudah selesai.

Sekarang tergantung pada 6 partai, apakah hanya akan mendukung 2 calon petahana atau akan menghadirkan figur baru ?.

Yang pasti, pendaftaran Calon Walikota dan Wakil Walikota Depok baru akan dimulai pada 4 sampai 6 September 2020 mendatang. Artinya masih cukup waktu bagi 6 partai kalau ingin melakukan lobi-lobi politik

Untung Depok hanya sebuah kota kecil yang tengah berkembang, suhu politiknya tidak berpengaruh pada bursa saham atau nilai tukar rupiah sehingga secara kasat mata tidak bisa diukur bagaimana ”respon pasar” terhadap tampilnya kembali 2 petahana itu. Antusias masyarakat juga belum kelihatan. (red)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *