Depokrayanews.com- Aliran dana hasil korupsi penyediaan menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung lainnya makin jelas setelah dua orang saksi buka-bukaan soal penerima dana.
Dua orang saksi itu adalah Irwan Hermawan dan Windi Purnama. Keduanya dihadirkan sebagai saksi mahkota. Irwan merupakan Komisaris PT Solitech Media Sinergy, sedangkan Windi merupakan Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera yang juga kerabat Irwan. Keduanya menyebut bahwa ada aliran uang Rp70 miliar untuk Komisi I DPR RI dan Rp40 miliar ke BPK RI.
Menurut keduanya, uang sebanyak Rp70 miliar diberikan kepada seseorang bernama Nistra Yohan yang diduga merupakan staf ahli di Komisi I DPR.
“Pada saat itu sekitar akhir 2021 saya dapat cerita dari Pak Anang [mantan Direktur Utama BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif] bahwa beliau mendapat tekanan-tekanan tertentu terkait proyek BTS terlambat dan sebagainya. Jadi, selain dari Jemy [Direktur Utama PT Sansaine Exindo Jemy Sutjiawan] juga (ada) dana lain yang masuk namun penyerahan kepada pihak tersebut dilakukan oleh Pak Windi,” kata Irwan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa 26 September 2023.
Ketua majelis hakim yang menangani perkara ini Fahzal Hendri bertanya kepada Windi mengenai pihak yang turut menerima uang dalam kasus BTS. Berdasarkan informasi yang diterima dari Anang, Windi menyebut pihak dimaksud ialah Nistra Yohan.
“Saudara enggak bisa sebut nama orangnya?” tanya hakim Fahzal kepada Windi.
“Belakangan di penyidikan Yang Mulia, jadi saya mendapatkan nomor telepon dari Pak Anang, seseorang bernama Nistra,” jawabnya.
“Nistra tuh siapa?” tanya hakim.
“Saya juga pada saat itu [diinformasikan] Pak Anang lewat Signal Pak, itu adalah untuk K1,” kata Windi.
“K1 itu apa?” lanjut hakim.
“Ya itu makanya saya enggak tahu Pak, akhirnya saya tanya ke Pak Irwan K1 itu apa, ‘Oh, katanya Komisi 1’,” terang Windi.
Menurut Irwan, nama Nistra Yohan pernah ia dengar dalam proses penyidikan di Kejaksaan Agung (Kejagung). Selain itu, ia juga mendengar nama tersebut dari pemberitaan di media massa.
“Tahu kamu pekerjaannya apa, Wan?” tanya hakim.
“Saya tidak tahu, kemudian muncul di BAP [Berita Acara Pemeriksaan] apa media,” jawab Irwan.
“Belakangan saya tahu dari pengacara saya beliau [Nistra Yohan] orang politik, staf salah satu anggota DPR,” kata dia.
“Berapa diserahkan ke dia?” tanya hakim.
“Saya menyerahkan dua kali Yang Mulia, totalnya Rp70 miliar,” ungkap Irwan.
Irwan kemudian menyampaikan alasannya baru bisa berterus terang menyampaikan informasi perihal aliran uang terkait proyek BTS 4G di muka persidangan setelah mendapat nasihat dari pengacaranya.
Sebelumnya, selama proses penyidikan, Irwan mengaku keluarganya sering mendapat teror dari orang tak dikenal sehingga ia takut jujur memberikan keterangan di hadapan tim penyidik Kejagung.
Kemudian Windi mengaku menyerahkan uang terkait proyek BTS 4G kepada seseorang bernama Sadikin selaku perwakilan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI senilai Rp40 miliar.
“Nomor [telepon] dari pak Anang seseorang atas nama Sadikin. Nomor teleponnya diberikan oleh pak Anang lewat Signal,” kata Windi.
“Berapa?” tanya hakim Fahzal.
“Itu saya tanya untuk siapa, untuk BPK Yang Mulia,” kata Windi.
“BPK atau PPK? Kalau PPK Pejabat Pembuat Komitmen. Kalau BPK Badan Pemeriksa Keuangan. Yang mana?” tanya hakim menegaskan.
“Badan Pemeriksa Keuangan, Yang Mulia,” jawab Windi.
Windi menjelaskan uang diberikan kepada Sadikin di parkiran salah satu hotel mewah di pusat kota Jakarta. Uang diberikan secara tunai dalam pecahan mata uang asing.
“Di mana ketemunya sama Sadikin itu?” tanya hakim.
“Ketemunya di Hotel Grand Hyatt. Di parkirannya Pak,” kata Windi.
“Berapa Pak?” tanya hakim lagi.
“Rp40 M,” kata Windi.
“Ya Allah. Rp40 M diserahkan di parkiran? Uang apa itu? Uang rupiah atau dolar Amerika, dolar Singapura, atau Euro?” lanjut hakim terkaget-kaget.
“Uang asing Pak. Saya lupa detailnya mungkin gabungan dolar Amerika dan dolar Singapura,” kata Windi.
Dalam penyerahan itu, Windi ditemani dengan sopirnya. Uang puluhan miliar yang tersimpan dalam koper diserahkan kepada seseorang bernama Sadikin.
Irwan dan Windi diperiksa sebagai saksi mahkota untuk terdakwa mantan Menkominfo Johnny G Plate, Anang Achmad Latif dan mantan Tenaga Ahli Hudev UI Yohan Suryanto.
Jhonny Plate dkk didakwa merugikan keuangan negara sejumlah Rp8 triliun terkait kasus dugaan korupsi penyediaan menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung lainnya. (mad/ris/cnn)
Comment