by

Kota Depok Tanpa Narkoba, Sebuah Harapan

Oleh
Ferry Batara (Ketua DPD PSI Depok)

Ferry Batara, Ketua DPD PSI Depok.
Ferry Batara, Ketua DPD PSI Depok.

Depokrayanews.com- Kasus narkoba di Depok terus meningkat setiap tahun. Lihat misalnya, pada tahun 2014, ada 220 kasus. Kemudian naik, menjadi 321 kasus pada 2015 dan 353 kasus di tahun 2016.

Sedangkan sepanjang Januari hingga Maret 2017, Polresta Depok mencatat telah mengungkap 92 kasus. Pelakunya berasal dari berbagai latar belakang profesi, mulai dari politisi, PNS, mahasiswa, pelajar, dll.

Dengan kondisi seperti itu, sudah sepatutnya Depok dianggap sebagai darurat narkoba.

Paling tidak ada empat (4) kecamatan di Depok yang masuk ke dalam zona merah peredaran narkoba, yaitu Beji, Cimanggis, Sukmajaya dan Pancoranmas.

Sedangkan berdasarkan rangking pravelansi, penyebaran penyalahgunaan narkoba, Depok menempati posisi tiga setelah Bandung dan Bekasi di Provinsi Jawa Barat.

Kondisi ini memungkinkan penambahan jumlah penyoba narkoba di kalangan pelajar Depok yang banyaknya berkisar 5000 sampai 6000 orang pada 2012.

Meningkatnya jumlah pemakai narkoba di Depok pun seiring dengan temuan jalur distribusinya. Seperti diungkapnya pabrik sabu rumahan di Cinere, transaksi di kosan elit dan apartemen, bahkan sampai masuk ke beberapa kampus.

Dari rangkaian ini muncul pertanyaan bagaimana solusi tepat dari Pemerintah Kota Depok dalam mewujudkan kota tanpa narkoba?.

Penanganan sistemis dan terukur
Cukup banyak hal yang telah dan tengah dilakukan oleh Pemkot Depok untuk menekan peredaran atau pemakaian narkoba ini.

Terbaru misalnya, Depok diganjar dengan penghargaan Muri karena melakukan aksi pencegahan narkoba melalui mendongeng kepada sekitar 2.000 lebih siswa/i PAUD se – Kota Depok.

Kemudian Walikota, Mohammad Idris dan Wakil Walikota Pradi Supriatna sudah melakukan tes urine bersama jajarannya, ditambah BNN Kota Depok yang gencar melakukan sosialisasi bahaya narkoba ke beberapa pihak dan rehabilitasi untuk beberapa pemakai.

Namun apa yang dilakukan, tampaknya belum efektif meminimalisir tingkat pemakaian narkoba, apalagi untuk mengapus peredarana narkoba di Kota Depok.

Dibutuhkan langkah yang sistematis dan terukur untuk mewujudkan Depok tanpa narkoba. Strategi yang sistematis dan terukur ini, tentunya disesuaikan dengan kemampuan dari perangkat serta SDM Depok dalam memberantas narkoba.

Sesungguhnya telah ada strategi yang ditawarkan mantan Kepala BNN Kota Depok, Rudy Hartono untuk memerangi narkoba. Namun sepertinya stakeholder atau kebanyakan warga Kota Depok tak menanggapinya dengan serius.

Rudy Hartono mengatakan ada lima pilar untuk memerangi narkoba.
Pertama adalah pencegahan meliputi advokasi, inseminasi informasi, dan intensifikasi dalam penyuluhan bagi masyarakat.

Kedua, pemberdayaan masyarakat, ketiga adalah tindakan pemberantasan dengan memotong jaringan antara pemasok dan pasar.

Keempat, adalah rehabilitasi dan pilar kelima mencakup bidang hukum serta kerja sama internasional.

Dari lima pilar strategi itu, tampaknya Kota Depok belum punya standar operasional yang berkelanjuta

Maka terkesan perang terhadap narkoba di Depok terjadi secara accidental atau pada momen tertentu dan sporadis, yang berarti tidak berangkat dari hipotesa masalah yang objektif dan suatu konklusi yang multiklausal.

Strategi perang terhadap narkoba di atas tidak akan terlaksana tanpa seorang pemimpin.

Presiden Jokowi telah memberikan contoh dalam memberantas narkoba ini. Terlepas dari kontroversinya menerapkan hukuman mati bagi para bandar narkoba yang telah banyak merusak jutaan generasi penerus Indonesia.

Pada acara Rakornas Pemberantasan Narkoba 2015, Presiden Jokowi memerintahkan kepada kepala daerah untuk aktif memerangi narkoba.

Bahkan pada 2017 BNN meminta kepada seluruh pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang maju dalam pilkada serentak 2017 menjadikan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika (P4GN) sebagai salah satu program kerja prioritasnya.

Dalam konteks Depok, berarti dapat dikatakan kepemimpinan Walikota Idris dan Wakil Walijota Pradi adalah yang utama dalam memerangi narkoba.

Peran kepemimpinan Walikota Idris dan Wakil Walikota Pradi sedapat mungkin tidak berjarak dengan Presiden Jokowi dan saling mendukung dengan BNN Kota, mulai dari teknis dan substansi dalam memberantas narkoba.

Kepemimpinan Walikota Idris dan Wakil Walikota Pradi tak harus seperti Presiden Jokowi atau menyontoh pemimpin yang dikenal dengan cara radikalnya membasmi narkoba,

Presiden Filipina, Rodrigo Duterte. Rodrigo Duterte yang dijuluki “The Punisher” ini telah menghukum mati 7.000 pemakai dan bandar narkoba.

Namun, cara Rodrigo Duterte banyak dikecam. Dengan begitu yang mesti dilakukan Walikota Idris dan Wakil Walikota Pradi adalah kepemimpinan efektif dalam memberantas narkoba.

Kepemimpinan efektif adalah cara seorang pemimpin yang dalam mewujudkan visi dan misinya melalui cara yang efektif.

Siagian (2003) mengungkapkan ciri – ciri pemimpin yang efektif antara lain adalah, adanya rasa tanggungjawab, semangat, kemauan keras, mengambil resiko, orisinalitas, kepercayaan diri, punya kapasitas untuk menangani tekanan, punya kapasitas untuk mempengaruhi dankapasitas untuk mengkoordinasi.

Jika kepemimpinan efektif ini dilaksanakan oleh WalkKota Idris dan Wakil Walikota Pradi, maka Warga Depok akan merasakan pemberantasan narkoba yang cara, waktu dan capaiannya terukur atau tepat.

Dengan begitu harapan Depok tanpa narkoba dapat terwujud dengan segera. Semoga…(**)

[five_sixth]

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *