by

Memenuhi Hak Anak adalah Kunci Keberhasilan Kota Layak Anak

Ketua Tim Penggerak PKK Elly Farida memberikan sambutan pada acara pelatihan Konvensi Hak Anak.
Ketua Tim Penggerak PKK Elly Farida memberikan sambutan pada acara pelatihan Konvensi Hak Anak.

Depokrayanews.com- Dinas Perlindungan Anak , Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga (DPAPMK), Pemerintah Kota Depok, khususnya Bidang Tumbuh Kembang dan Pengembangan Kota Layak Anak (TKPKLA) terus menggenjot program pengembangan Kota Layak Anak (KLA).

Pada Selasa-Rabu (2122/3/2017), misalnya, diadakan pelatihan Konvensi Hak Anak (KHA) yang diikuti 80 pserta, utusan dari dinas, kecamatan, kelurahan, puskesmas dan sekolah-sekolah. Beberapa camat dan lurah tampak hadir langsung pada acara yang digelar di Wisma Hijau, Cimanggis itu.

Ketua Tim Penggerak PKK Kota Depol, Elly Farida Idris hadir sebagai salah satu pembicara. Kemudian ada Profesor Ike Tanziha dari Pusat Kajian Kota Layak Anak, dan 3 orang pembicara dari Yayasan Bahtera Bandung yang banyak menangani kasus-kasus terkait persoalan anak dan narkoba yakni Hadi Utomo, Faisal Cakrabuana dan Jusuf Faisal. Acara itu dibuka Kepala Dinas PAPMK, Eka Bachtiar.

Kepala Bidang TKPKLA, Yulia Oktavia mengatakan, pelatihan Konvensi Hak Anak (KHA) ini sangat penting untuk menyamakan persepsi semua pihak, termasuk anggota Gugus Tugas Kota Layak Anak yang sudah dibentuk di Kota Depok.

KLA adalah tujuan akhir dari berbagai program yang sudah dibuat dinas-dinas terkait dalam gugus tugas. Persoalan utama adalah bagaimana menyamakan persepsi untuk bisa memenuhi hak-hak anak sesuai KHA. Kalau ini sudah dapat, maka semua pihak yang terlibat bisa melaksanakan program dengan baik.

Penyamaan persepsi itu dimulai dari aparatur pelaksana program, kemudian baru dilakukan berjenjang ke bawah, sampai kemudian kepada masyarakat. Peserta pelatihan KHA ini diharapkan bisa menjadi corong atau perpanjangan tangan dalam program KLA.

Hadi Utomo dan Prof. Ike Tanziha sependapat KLA bisa tercapai kalau semua pihak bergerak, karena program internasional ini tidak bisa diserahkan kepada satu dinas saja.

Peserta pelatihan Konvensi Hak Anak yang diselenggarakan Bidang TKPKLA Pemkot Depok
Peserta pelatihan Konvensi Hak Anak yang diselenggarakan Bidang TKPKLA Pemkot Depok

Bayangkan begitu banyak hak-hak anak yang harus dipenuhi. Misalnya, setiap anak berhak mendapatkan lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif. Artinya si anak punya hak untuk dibesarkan oleh orangtuanya sendiri, si anak punya hak mendapatkan pola asuh seimbang, mendapatkan dukungan kesejahteraan dan sebagainya.

Kemudian anak punya hak sipil dan kebebasan. Artinya si anak berhak mendapatkan akte kelahiran, menyampaikan pendapat sesuai usianya, kebebasan berkumpul dan berorganisasi, penjagaan nama baik, kartu identitas dan sebagainya.

Anak juga punya hak atas pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya. Anak juga punya hak atas kesehatan dasar dan kesejahteraan, artinya anak punya hak untuk hidup, tidak digugurkan ketika masih dalam bentuk janin. Kemudian anak punya hak atas gizi yang baik, air susu ibu, imunisasi dasar, air bersih, akses jaminan social dan sebagainya.

Menurut Hadi Utomo, keluarga atau rumah tangga adalah kunci utama keberhasilan KLA. Kemudian di tengahnya peran ada sekolah dan tokoh masyarakat dan para ulama. Kemudian pemerintah adalah pembuat kebijakan dan penyedia sarana dan prasarana pendukung. Pemerintah Indonesia ikut menyetujui Konvensi Hak Anak (KHA) kemudian meratifikasinya ke dalam Keppres No 36/1990.

Dalam KHA itu secara tegas sudah diatur apa kewajiban negara dan apa konsekwensi negara atas ratifikasi itu. Kewajiban negara jelas adalah memenuhi semua hak anak, melindungi semua anak dan menghormati pandangan anak.

Konsekwensi dari ratifikasi itu adalah negara harus membuat aturan hukum yang terkait anak, mensosialisasikan hak anak sampai ke anak dan membuat laporan berkala ke PBB. Ada 193 negara yang sudah meratifikasi KHA, termasuk Indonesia. Dan hanya dua negara yang menolak yakni Amerika Serikat dan Somalia. Dua negara itu tidak punya kewajiban untuk membuat laporan perkembangan lima tahun sekali di sidang PBB di Genewa.

Di Indonesia, pemenuhan hak anak dan perlindungan anak diamanatkan oleh Konvensi Internasional PBB tentang Konvensi Hak Anak yang kemudian diratifikasi melalui Keputusan Presiden No 36 tahun 1990, kemudian dijabarkan ke dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan terkait anak.

Di era otonomi daerah , konvensi hak anak diimplementasikan ke dalam system pembangunan berbasis hak anak dalam bentuk Kabupaten atau Kota Layak Anak (KLA).

Itulah kenapa program Kota Layak Anak (KLA) penting dilaksanakan secara serius. Karena anak 1/3 dari jumlah penduduk, amanah internasional dan nasional, anak merupakan investasi sumber daya manusia dan anak sebagai tongkat estafet penerus masa depan bangsa.

Konsep pengembangan KLA itu bisa dilakukan dari dua sisi. Pertama top-down, yakni dari tingkat nasional ke provinsi sampai ke kabupaten/kota. Kedua, bottom-up yakni gerakan masyarakat baik secara individu dan keluarga kemudian dikembangkan ke tingkat RT/RW, kelurahan, kecamatan dan sampai ke kabupaten/kota. Tapi bisa juga dilakukan secara kombinasi, tergantung bagaimana kondisi wilayah.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sudah membuat klaster-klater sebagai panduan tahapan menerapkan KHA.

Ada lima klaster Kovensi Hak Anak yakni:
Klaster I: Hak sipil dan kebebasan
Klaster II: Lingkungan keluarga dan pengasuhan alternative.
Klaster III: Kesehatan dan kesejahteraan
Klaster IV: Pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya
Klaster V: Perlindungan khusus.

Karena itu dalam penerapan program KHA di daerah, banyak sekali dinas yang terkait. Di Depok, paling tidak ada 13 dinas terkait, yakni Dinas Perlindungan Anak, Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga (DPAPMK), Dinas Pendidikan (Disdik), Dinas Kesehatan (Dinkes), Dinas Tenaga Kerja (Disnaker), Dinas Sosial (Dinsos), Dinas Perhubungan (Dishub), Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil), Badan Perencanaan Pembangunan dan Penelitian Daerah (Bappeda), Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Dinas Perumahan dan Pemukiman (Disrumkim), Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) dan Dinas Pemuda, Olahraga, Pariiwisata, Seni dan Budaya (Disporaparsenibud)

Dinas terkait itu, dikoordinasikan dalam Gugus Tugas Kota Layak Anak yang diketuai Sri Utomo, Asisten Bidang Pemerintahan Setda Kota Depok. Tim ini sudah beberapa kali melakukan pertemuan untuk merumuskan rencana aksi daerah (RAD) Kota Layak Anak.

Tugas pokok gugus tugas KLA adalah menetapkan tugas-tugas dari anggota gugus tugas dan melakukan sosialisasi, advokasi dan edukasi konsep Kota Layak Anak. RAD disusun untuk jangka waktu 5 tahun atau sesuai dengan kebutuhan yang terintegrasi dengan RPJPD, RPJMD dan RKPD. Pemkot Depok sudah selesai membuat RAD untuk lima tahun ke depan yakni sampai tahun 2021.

Secara nasional KLA sudah dimulai sejak 2004 dengan tahapan-tahapan sampai tahun 2030. Ketika itu, pemerintah menargetkan semua kabupaten/kota sudah menerapkan KLA. Depok sudah mengeluarkan Perda No 15 tahun 2013 tentang penyelenggarakan Kota Layak Anak.

Perda itu dimaksudkan untuk menjamin terpenuhinya hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat martabat kemanusian, demi terwujudnya anak yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Menjamin pemenuhan hak-hak anak di dalam menciptakan rasa aman, ramah dan bersahabat.
Melindungi anak dari ancaman permasalahan social dalam kehidupannya dan mengembangkan potensi, bakat dan kreatifitas,

Langkah-langkah yang dilakukan Pemkot Depok menuju KLA sudah mulai membuahkan hasil. Ini terbukti dengan keberhasilan Kota Depok meraih predikat KLA Madya dan tahun Ini ditargetkan bisa meningkat mencapai Nidya.

Karena itu, Ketua Tim Penggerak PKK Kota Depok, Elly Farida mendorong agar Depok terus memperbaiki fasilitas pendukung agar Depok benar-benar menjadi Kota Layak Anak. “Semua pihak harus terlibat, tidak bisa hanya oleh satu dinas PAPMK saja,” kata Elly Farida. Gugus Tugas Kota Layak yang sudah dibentuk hendaknya bekerja maksimal.

Banyak aspek untuk bisa menjadikan Depok Kota Layak Anak, karena sudah ada panduan dari Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak, mulai dari langkah-langkah pengembangan, seperti tahap persiapan, perencanaan, pelaksanaan dan pembinaan.

Prof Ike menyebut klaster-klaster yang sudah dibuat pemerintah pusat itu harus menjadi panduan dasar pelaksanaan program KLA. Ika menyebut KLA sebagai program bersama, karena banyak pihak yang terlibat, mulai dari pegawai kelurahan, tim penggerak PKK, tokoh masyarakat, organisasi social, puskesmas, sekolah, Babinsa, organisasi anak dan organisasi sekolah sampai ke dinas-dinas terkait.

KLA bukan persoalan sederhana, bukan pula program sederhana, karena pokok persoalannya adalah bagaimana memenuhi hak-hak anak sesuai KHA. Karena itu kenapa KHA itu penting disosialisasikan secara luas kepada masyarakat supaya semua memahami KHA.

Anak adalah aset yang harus dipenuhi hak-haknya agar berkualitas dan bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun daerahnya. Pihak yang paling bertanggungjawab dalam pemenuhan hak-hak anak adalah keluarga, lingkungan sekitarnya, dan pemerintah.

Program ini harus dimulai dari lingkungan terkecil, yakni keluarga, kemudian baru ke RT, RW, Kelurahan, Kecamatan dan kota. Depok sudah mulai mengembangkan kota layak anak itu di 6 kecamatan, 34 kekurahan, 50 RW dan 1 RT.

Program kelurahan layak anak adalah pembangunan yang menyatukan komitmen, aparat kelurahan, masyarakat dan dunia usaha dalam rangka melindungi anak dari tindak kekerasan, eksploitasi, pelecehan dann diskriminasi.

Prof. Ike Tanziha mengusulkan beberapa hal untuk memperkuat dan mempercepat proses Depok Kota Layak Anak. Misalnya perlunya membentuk lembaga bimbingan konseling keluarga secara gratis. Karena apapun, keluarga adalah basis utama terciptanya KLA. Di lembaga konseling keluarga ini bisa dijelaskan bagaima cara mendidik anak, cara mengasuh anak dan sebagainya. Lembaga ini harus disiapkan pemerintah.

Menurut Hadi Utomo, membahas masalah anak adalah membahas diri sendiri. Orang tua yang mampu mengurus dirinya sendiri akan gagal mengurus anaknya. Begitu juga dalam mendidik anak di rumah. Orangtua yang terbiasa berteriak-teriak kepada anaknya, secara tidak langsung dia mengajarkan kepada anaknya untuk biasa berteriak.

‘’Kalau orangtua terbiasa menjerit, secara tidak langsung anak belajar panik menghadapi persoalan,’’ kata Hadi. Anak-anak yang sering kena marah di rumah, akan runtuh kecerdasan emosinya. ‘’Kalau melihat kelakuan dan sikap orangtua, lihat kelakuan anaknya,’’ kata dia.

Ike mengajak para orangtua menjadikan rumah sebagai surga bagi anak-anaknya. Artinya, di rumah ada ketenangan, kenyamanan dan kebahagian. Sebab dari hasil studi, tidak ada anak yang terlibat narkoba, atau terjerumus ke hal-hal yang negatif muncul dari keluarga yang bahagia. (ad)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *