by

Mendorong Keterlibatan 4 Pilar Mewujudkan Depok Kota Layak Anak

Tempat bermain anak adalah salah satu hak anak dan menjadi persyaratan Kota Layak Anak.
Tempat bermain anak adalah salah satu hak anak dan menjadi persyaratan Kota Layak Anak.

DepokRayanews.com- Menjadi Kota Layak Anak (KLA) adalah impian semua daerah, termasuk Kota Depok.

Tidak mudah mewujudkan itu. Makanya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenpppa) sebagai kementerian teknis yang mendorong terwujudnya KLA, membuat tahapan-tahapan untuk memudahkan dalam mengukur pencapaian atau tingkat keberhasilan.

Ada lima tahapan menuju Kota Layak Anak. Setiap pencapaian tahapan itu, diberikan penilaian dan penghargaan oleh Kemenpppa. Penghargaan itu yang dikenal sebagai KLA Pratama, KLA Madya, KLA Nindya, KLA Utama dan KLA.

Dulu penilaian dilakukan dua tahun sekali, tapi kini setiap tahun karena Kemenpppa ingin mempercepat pencapaian KLA.

Berbagai upaya dilakukan Bidang Tumbuh Kembang dan Pengembangan Kota Layak Anak Dinas Perlindungan Anak Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga (DPAPMK) sejak dikeluarkannya Perda No 15 Tahun 2013 tentang penyelenggaraaan Kota Layak Anak.

Kini, Kota Depok sudah berhasil meraih penghargaan kategori KLA Nindya yang diterima pada acara peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 22 Juli 2017 di Pekanbaru, Riau.

Dua tahun sebelumnya Kota Depok meraih penghargaan KLA Madya dan sebelumnya lagi penghargaan KLA Pratama.

Kini Kota Depok sedang “keroyokan” untuk bisa meraih KLA Utama yang akan diumumkan pada HAN Juli mendatang.

“Untuk bisa mewujudkan KLA itu harus keroyokan. Tidak bisa hanya diteriakan kepada walikota dengan jajarannya. Semua pihak harus terlibat,” kata Ketua Tim Penggerak PKK Kota Depok, Elly Farida pada acara deklarasi bersama RW Ramah Anak di Kelurahan Tanah Baru, Selasa (24/4/2018)

Pernyataan senada juga disampaikan Ketua Gugus Tugas KLA, Sri Utomo. Menurut Sri Utomo, ada 4 pilar pendukung terwujudnya KLA, yakni, pemerintah, tokoh masyarakat, dunia usaha dan media massa.

“4 pilar itu harus berperan aktif untuk bisa mewujudkan KLA. Ini yang perlu kita dorong terus. Pemkot Depok berterimakasih kepada pengusaha yang sudah membangun Taman Pemuda Pratama yang bisa dimanfaatkan masyarakat sebagai tempat bermain. Ini salah satu wujud keterlibatan dunia usaha dalam mendukung KLA, ” kata Sri Utomo.

Begitu juga dengan tokoh-tokoh masyarakat baik di RT maupun RW. Deklarasi Kota Layak Anak yang dibacakan Ketua-Ketua RW di Kelurahan Tanah Baru merupakan bentuk komitmen bersama-sama dengan pemerintah mewujudkan Kota Layak Anak.

Kemudian media juga berperan membentuk opini atau menyebarluaskan informasi yang sesuai dengan kaedah KLA.

“Membantu menyebarkan informasi atau sosialisasi tentang KLA adalah peran media, supaya masyarakat mengetahui dan memahami secara luas apa hak-hak anak dan apa yang disebut dengan KLA, ” kata Sri Utomo.

Begitu juga dengan informasi tentang 5 klaster hak anak yang dilindungi oleh Perda dan Peraturan Kemenpppa harus disosialisasikan secara luas.

Lima klaster hak anak itu adalah:
1. Hak sipil dan kebebasan
2. Hak lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif.
3. Hak kesehatan dasar dan kesejahteraan.
4. Hak pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya.
5. Hak perlindungan khusus.

Elly Farida selalu menegaskan KLA itu adalah soal rasa, bagaimana anak merasa aman dan nyaman. Itu yang harus diwujudkan.

Sering kali Elly Farida mengungkapkan kegundahan dan kesedihannya kalau berbicara soal perlindungan anak karena kekerasan terhadap anak masih banyak terjadi di sekolah dan di rumah. Atau di tempat lain yang kurang pengawasan.

Kekerasan psikis juga terjadi karena orangtua membentak-bentak anaknya. Atau, guru yang memarahi muridnya melampaui batas. Kekerasan seksual juga terjadi, perbuatan yang belum patut dilakukan anak-anak.

Kondisi seperti itu terjadi di mana-mana, tidak hanya di Kota Depok. Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukan bahwa 84 persen siswa pernah mengalami kekerasan di sekolah. Angka ini sangat mengagetkan. Artinya 7 dari 10 siswa pernah mengalami kekerasan di sekolah.

Angka sebesar itu menempatkan Indonesia berada di urutan tertinggi pada persoalan kekerasan terhadap anak di sekolah. Kemudian disusul Vietnam 79 persen, Nepal 79 persen, Kamboja 73 persen, dan Pakistan 43 persen.

Ketua Komnas Perlindunan Anak Arist Merdeka Sirait juga mengungkap betapa tingginya angka kekerasan terhadap anak.

Sepanjang Tahun 2017, Komnas PA menerima laporan 2.848 kasus kekerasan terhadap anak. Dari jumlah korban, 59 persen adalah laki-laki. Sisanya anak perempuan. Jumlah korban yang paling banyak adalah pada kelompok usia 6-12 tahun atau pada usia TK dan SD.

Bentuk kekerasan yang paling banyak adalah sodomi (771 kasus), pencabulan (551), perkosaan 112 kasus dan inses 20 kasus.

Depok belum pernah melakukan survei soal kekerasan terhadap anak sehingga tidak diketahui bagaimana potret sesungguhnya.

Tapi yang jelas, angka yang dikeluarkan KPAI sudah membuka mata hati begitu parahnya persoalan kekerasan terhadap anak di sekolah.

Pada acara deklarasi sekolah ramah anak, Walikota Depok Mohammad Idris meminta Bappeda atau Disdik melakukan kajian tentang tindak kekerasan di sekolah supaya dapat gambaran yang jelas.

Ratusan sekolah di Kota Depok sudah menjadi sekolah ramah anak (SRA).
Ratusan sekolah di Kota Depok sudah menjadi sekolah ramah anak (SRA).

Untuk mengatasi kekerasan di sekolah, KPAI merekomendaaikan agar pemerintah melakukan percepatan program sekolah ramah anak (SRA). Hingga akhir 2017, jumlah SRA di Indonesia baru 2.800 dari 260.000 sekolah, artinya baru 0,09 persen

Kepala Dinas Perlindungan Anak Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga (DPAPMK) Pemkot Depok, Eka Bachtiar mengatakan di Depok sudah ada 354 sekolah ramah anak, 14 Puskesmas ramah anak, 209 RW ramah anak, 63 kelurahan layak anak dan 11 kecamatan layak anak.

Kemudian sudah dibentuk pula Forum Anak tingkat kecamatan dan tingkat kota. Forum Anak ini diharapkan menjadi pelapor dan pelopor antara masyarakat dan pemerintah.

Sejak digalakan di Indonesia Tahun 2006, baru Kota Surakarta dan Surabaya yang sudah meraih KLA Utama. kota lain belum ada.

Depok termasuk salah satu kota yang cepat perkembangan KLA. Tidak heran kalau kemudian banyak kota lain datang ke Kota Depok untuk belajar KLA. Bahkan Kabid Tumbuh Kembang dan Pengembangan Kota Layak Anak DPAPMK Kota Depok, Yulia Oktavia sering diundang sebagai pembicara soal KLA di kota lain.

Susahkah mencapai KLA ?. Wahyu Hartono Deputi Bidang Perlindungan Anak Kemenpppa mengatakan tidak sulit bagi kota mendapatkan status KLA asal bisa memenuhi 3 hal yang mendasar.

Ketua Tim Penggerak PKK Kota Depok, Elly Farida memberikan Tips kepada wali murit TK dan PAUD Kota Depok.
Ketua Tim Penggerak PKK Kota Depok, Elly Farida memberikan Tips kepada wali murit TK dan PAUD Kota Depok.

Pertama, komitmen yang tinggi dari pemimpin daerah untuk menjadikan kotanya sebagai KLA.

Kedua, menyusun kelompok kerja yang melibatkan aparat pemerintah, pakar anak, LSM dan mahasiswa.

Ketiga, menyusun data dasar untuk mengetahui permasalahan apa saja yang melanda anak di kota tersebut, dan bagaimana mekanisme penangannya.

Di Kota Depok 3 hal itu sudah berjalan meskipun ada yang belum sempurna. Tahapan pertama misalnya. Tidak perlu diragukan lagi soal komitmen Walikota Depok Mohammad Idris soal KLA.

Bahkan Bunda Elly Farida, istri walikota setiap hari mondar mandir dari satu RW ke kelurahan atau kecamatan lain berbicara soal pentingnya KLA.

“Alhamdulilah kami dari Bidang Tumbuh Kembang Anak dan Pengembangan Kota Layak Anak dan Dinas Perlindunan Anak Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga mendapat dukungan luar biasa dari Bunda Elly Farida, setiap hari kami bersama-sama turun ke wilayah, termasuk hari Minggu sekalipun, ” kata Kabid Tumbuh Kembang dan Pengembangan Kota Layak Anak DPAPMK Yulia Oktavia.

Seminar hak anak  terus dilakukan agar anak memahami apa hak-haknya.
Seminar hak anak terus dilakukan agar anak memahami apa hak-haknya.

Kemudian sudah dibentuk kelompok-kelompok kerja KLA, forum anak, dan sebagainya.

Mewujudkan KLA, bukan sekedar mencari penghargaan, tapi bagaimana KLA itu benar-benar dirasakan oleh masyarakat. Apalagi 30 persen penduduk Kota Depok adalah anak-anak.

”Ayo, mari kita sama-sama menjaga dan melindungi anak-anak kita. Predator masih banyak berkeliaran,” kata Elly Farida.

Secara terang-terangan Elly Farida menyebut gadget atau HP adalah biang atau sumber bencana itu.

Banyak sekali pelaku kejahatan terinspirasi dari menonton di media sosial.

Karena itu, Elly Farida meminta orangtua mengawasi pemakaian gadget pada anak-anaknya. ”Sesekali cek hp mereka. Kalau dipasword, minta nomor pin nya. Ini demi masa depan anak-anak kita. Jangan biarkan mereka dirusak oleh gadget,” tegas Elly Farida, (adi)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *