by

Mengenang Margonda Pahlawan Tanpa Pusara

Depokrayanews.com- Sejak beberapa hari terakhir kisah Margonda, pahlawan dari Depok banyak beredar di media sosial.

Barangkali karena ada kaitan sama Hari Pahlawan 10 November. Atau bisa jadi ingin mengenang tanggal 16 November 1945 ketika pasukan pejuang Indonesia, termasuk Margonda menyerang Depok yang tengah dikuasi NICA. Berikut tulisan tentang Margonda:

Abang kita yang satu ini jelas sekali pintar. Tahun 1940-an, saat orang-orang masih jarang sekolah (namanya juga jaman perang siapa sih sempat sekolah), dia justru punya catatan akademik yang brilian.

Dia belajar analis kimia di Analysten Cursus Bogor, Indonesiche Chemische Vereniging (sekarang SMAKBO), juga mengikuti latihan penerbang cadangan di Luchtvaart Afdeeling milik Belanda. Keren kan?

Masih muda, sudah jago kimia, tambahkan penerbang pula?

Abang kita ini sudah macam agen rahasia Jason Bourne atau James Bond saja. Tapi jelas, abang kita ini bukan tokoh fiksi. Dia salah satu anak muda yang walaupun kalian tidak ingat lagi, pernah perang hidup mati melawan penjajah.

Namanya memang kalah sohor dengan pahlawan lain yang disebut di buku sejarah. Tetapi sumbangsihnya bagi kemerdekaan Indonesia tidak kalah besar.

Baik, sebelum cerita lebih lanjut, ijinkan saya loncat sebentar membahas tentang Depok.

Tahu Depok di selatannya Jakarta? Yang ada kampus UI noh? Dulu, Depok itu adalah kawasan otonom merdeka.

Di jaman penjajahan Belanda, Depok itu negara dalam negara.

Ada tuan tanah Belanda di sana namanya Cornelis Chastelein (1657-1714). Seluruh Depok punya dia. Tanah-tanah itu diurus oleh budak-budaknya.

Saat Chastelein meninggal, lewat kesepakatan dengan penguasa Belanda di Batavia, Depok menyatakan merdeka (wilayah otonom Belanda, punya Presiden sendiri), disebut Het Gemeente Bestuur Van Het Particuliere Land Depok.

Tahun 1945 saat proklamasi kemerdekaan Indonesia, Depok tidak mau bergabung ke Indonesia. Mereka juga tidak mau mengakui kemerdekaan Indonesia.

Wah, repot ini urusan, bagaimana bisa? Ada wilayah yang berbatasan dengan Jakarta justru tidak mau bergabung ke Indonesia. Duri dalam daging. Maka, rakyat Indonesia, pemuda-pemuda pejuang, gagah berani menyerbu Depok.

Peristiwa itu dikenal dengan istilah “Gedoran Depok”, 11 Oktober 1945. Berhasil, Depok dikuasai oleh pejuang kemerdekaan Indonesia, bendara merah putih dikibarkan di sana.

Tetapi itu tidak berlangsung lama. Pasukan NICA (Belanda, yg membonceng pasukan Sekutu) datang menyerang Depok, dan berusaha menguasai kembali sepotong tanah tersebut. NICA menang, pejuang Indonesia dipukul mundur.

Spesial sekali memang Depok ini, sampai NICA harus memprioritaskannya, karena nampaknya Tuan Tanah Chastelein dulu memang punya koneksi tingkat tinggi di Kerajaan Belanda.

Pejuang kemerdekaan Indonesia tidak begitu saja menerima kekalahan itu. Mereka kembali mengkonsolidasi kekuatan, nah kita kembali ke cerita abang kita tadi. Abang yang satu ini adalah salah-satu pemimpin penyerbuan tersebut.

Mereka menyepakati, 16 November 1945, akan menyerang Depok, mengusir tentara NICA. Sandi perangnya adalah “Serangan Kilat”. Itu adalah perang hidup mati.

Pada 16 November 1945, bergeraklah ratusan pemuda menyerbu Depok. Perang meletus di seluruh Depok.

Harganya mahal sekali, banyak pemuda yang gugur, termasuk salah-satunya abang kita ini. Dia tewas di daerah Pancoran Mas, Depok.

Anak muda yang pintar analis kimia, sempat kursus penerbang, telah gugur menunaikan tugasnya.

Siapa nama anak muda itu? Seluruh orang Depok pasti tahu!

Karena mereka pasti pernah melewati jalan yang hingga hari ini diabadikan dari namanya. Dialah Margonda1. Abang kita ini bernama Margonda.

Juga turut gugur dalam rangkaian peristiwa itu adalah letda Tole Iskandar dan Mochtar Sawangan.

Nama-nama itu juga diabadikan menjadi nama jalan di Depok.

Ketahuilah, negeri kita ini punya catatan sejarah yang kaya sekali. Saat anak muda benar-benar berperang HIDUP MATI melawan penjajah.

Hanya saja memang banyak catatan sejarah yang simpang siur. Misalnya Margonda gugur ketika terjadi perang di daerah Kalibata Pancoran Mas, Depok. Margonda yang tengah memegang granat tertembak dan granat yang ada di tangannya meledak. Tubuh Margonda hancur.

Tapi versi lain menyebut Margonda gugur setelah tertembak di bagian dadanya.

Ini yang masih simpang siur. Tapi yang jelas, hingga kini tidak ada yang mengetahui di mana makam Margonda, termasuk istri dan anaknya Margonda gugur tanpa pusara.

Kenanglah perjuangan mereka, bacalah sejarah tentang mereka.

Menyematkan nama Margonda di jalan utama Kota Depok adalah salah satu bentuk penghargaan terhadap Margonda. Tapi sampai kini Margonda belum mendapat gelar sebagai Pahlawan Nasional. (red)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *