by

Miftachul Akhyar Jadi Ketua Umum MUI, Din Syamsuddin dan Bachtiar Nasir Tergusur

Depokrayanews.com- Miftachul Akhyar terpilih sebagai Ketua Umum Majelis Musyawarah Indonesia (MUI) periode 2020-2025, menggantikan Ma’ruf Amin dalam Munas X MUI yang berlangsung selama dua hari.

Hasil pemilihan ketua umum itu diumumkan secara langsung di akun Youtube Official TV MUI, pada Jumat 27 November 2020. “Ketua Umum KH Miftahul Akhyar,” kata Ketua Tim Formatur MUI, Ma’ruf Amin di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, yang disiarkan kanal YouTube.

Dalam kepengurusan, Miftahul Akhyar didampingi Wakil Ketua Umum MUI yakni Anwar Abbas, Marsudi Syuhud, dan Basri Barmanda. Dalam sambutannya, Ma’ruf menyebut susunan kepengurusan yang baru tidak dapat diganggu gugat.

Yang menarik, sejumlah nama yang selama ini dinilai cukup vokal terhadap pemerintah tidak lagi masuk dalam jajaran kepengurusan MUI seperti Din Syamsuddin dan aktifis 212 seperti Bachtiar Nasir, Yusuf Martak dan Tengku Zulkarnain.

Din Syamsuddin pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan MUI periode 2015-2020. Saat itu ia berjajar dengan Ma’ruf Amin yang menjabat ketua umum dan Anwar Abbas yang menjabat sekretaris jenderal.

Ia juga pernah menjabat Wakil Ketua MUI pada periode 2005-2010. Bahkan Din pernah didapuk sebagai Ketua Umum MUI pada 2014-2015. Kini namanya tak tercantum dalam daftar pengurus harian ataupun dewan pertimbangan.

Selain Din, ada nama ulama lainnya yang terdepak dari petinggi MUI, yakni Bachtiar Nasir. Bachtiar menjabat Wakil Sekretaris Dewan Pertimbangan MUI periode 2015-2020.

Bachtiar dikenal sebagai ulama yang berseberangan dengan pemerintah. Namanya mulai dikenal publik secara luas saat kasus penodaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada 2016.

Mantan Ketua MUI, Ma’ruf Amin menggambarkan Munas berjalan sangat cair dan tidak alot sehingga pertemuaan menghasilkan keputusan Dewan Pengurus Harian dan Dewan Pertimbangan. ”Hasilnya tidak boleh diganggu gugat,” kata Ma’ruf Amin.

Ma’ruf mengibaratkan MUI sebagai kereta api. “Di berbagai kesempatan saya mengkinayahkan MUI itu seperti kereta api, kereta api itu ada rel untuk jalannya, ada pakemnya, ada rute dan tujuan yang jelas, ada stasiunnya dan banyak gerbong yang mencerminkan beragam ormas dan kelembagaan Islam,” kata Ma’ruf.

Menurut Ma’ruf, setiap anggota organisasi harus memiliki tujuan yang sama. Bagi yang tidak mengikuti aturan organisasi, Ma’ruf mempersilakan untuk menaiki kendaraan lain.

“Setiap orang yang berada di dalamnya harus ikut dengan masinis, bersama-sama menuju tujuan yang sudah ditetapkan. Orang yang tidak sesuai dengan tujuan dan jalan yang harus dilalui, sebaiknya dia menggunakan kendaraan lain saja yang lebih sesuai dengan selera dan keinginannya. Begitu pula dalam ber-MUI, harus patuh dan tunduk pada prinsip dan garis organisasi. Jika tidak cocok dengan hal itu, bisa menggunakan organisasi lain dan tidak tetap menggunakan MUI,” kata Ma’ruf.

Ketua Panitia Pengarah Munas MUI ke-10, KH Abdullah Jaidi menegaskan sistem pemilihan kepengurusan di MUI jauh dari hiruk-pikuk politik dan mengedepankan asas musyawarah mufakat.

Hal ini tak lain karena bagaimanapun MUI adalah wadah ulama yang menjadi teladan umat secara luas. “Kita tegaskan bahwa pemilihan ketua umum tidak ada bias politik, karena kita bukan partai politik,” kata dia. (mad)

1

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *