by

MK dan Sumpah Mubahalah

Oleh : Dindin M. Machfudz
Pemerhati Komunikasi, Interaksi dan Keadilan

SUDAH jauh hari Amirulmukminin Ali bin Abi Thalib Karamallahu Wajhah (600 – 661 Masehi) mengingatkan kita semua lewat pernyataannya yang lugas : “Kejahatan yang terorganisasi dapat mengalahkan kebenaran” – Al-Haqqu bila nidzomi yaghlibuhul bathilu bin nidzomi.

Tapi kita semua lalai dan abai dan boro-boro mengantisipasinya dengan cerdas dan saksama. Akibatnya “sesal kemudian tiada berguna”. Dan hari Rabu lalu, 24 April 2024, KPU mengumumkan dan menetapkan secara resmi kemenangan pasangan Prabowo Subianto – Gibran Rakabumingraka menyusul putusan Hakim Mahkamah Konstitusi RI yang kontroversial Senin 22 April 2024 sebelumnya.

Lantas, bagaimana menyikapi realitas ini?!

Untuk itu ada baiknya kita memperhatikan dan menelusuri seruan dari para ahli pencinta NKRI :
Pertama adalah seruan pakar ilmu tafsir Prof Dr Quraish Syihab yang menyarankan kita bangsa Indonesia kudu menerima hasil Pemilu dimaksud dengan “legowo”, sebab hal itu merupakan cerminan keadaan masyarakat Indonesia yang sebenarnya. Meski demikian, sambung Prof Quraish Syihab, kita semua wajib memperbaiki keadaan dimaksud.

Hal senada diungkapkan oleh Prof Dr Susi Dwi Hariyanti, Guru Besar Ilmu Hukum Unpad. “Kita harus terus bergerak menyuarakan perbaikan demokrasi dan hukum di Tanah Air. Kami terus memberikan edukasi kepada publik sesuai dengan peran perguruan tinggi sebagai lembaga ilmiah. Demikian juga masyarakat sipil. “Kita harus menyelamatkan Konstitusi dan Demokrasi. Bukan hanya saat putusan MK dibacakan dan hasilnya terasa tidak adil buat kita, melainkan terus suarakan ketidak-adilan dan ketidakbenaran itu terus menerus,” ujarnya.

Sebelumnya, Prof KH Syukron Makmun, sesepuh tulen NU dan murid langsung tokoh NU Dr KH Idham Kholid, berujar : Tugas dunia pesantren adalah membangun dan membentuk akhlak manusia, masyarakat dan bangsa agar berakhlak mulia dan berakhlak luhur. Dan tugas itu semakin susah dan berat di tengah masyarakat kita yang kini mata duitan. Saya khawatir kelak muncul Masyarakatnya bajingan. Bupatinya bajingan. Gubernurnya bajingan. Menterinya bajingan. Presidennya bajingan. “Ini saya kemukakan karena saya cinta NKRI. Saya akan terus berjuang sesuai dengan misi saya sebagai orang NU. Sebagai murid KH Idham Kholid, sebagai Singa podium lulusan Gontor,” tukasnya.

Di bagian lain KH Syukron Makmun mengingatkan kembali pepatah kuno bahwa untuk menjadikan anjing itu “nurut” sama kita, maka anjing itu kudu dibikin lapar. “Dalam keadaan lapar lantas kita berikan makanan, maka anjing itu akan nurut kita,” ucapnya.

Dan hal itu telah teruji secara empiris dalam Pemilu 2024 kemarin. Dengan Bansos Rp 800 ribu saja, plus Sembako, dan perpanjangan masa kerja Kepala Desa di seluruh wilayah Nusantara menjadi 8 tahun dari 5 tahun sebelumnya, maka rakyat telah tergiring, teragitasi dan terprovokasi memilih paslon Presiden dan Wapres tertentu. Lagi pula lebih 80% penduduk kita adalah lulusan dan tidak lulus SMP sehingga mudah terombang-ambing karenanya. Sedikit mirip politisi yang dahaga akan jabatan menteri.

Yang juga menarik adalah apa yang dikemukakan pengamat ekokomi politik dan kebijakan publik Ichsanuddin Nursyi, yang juga mantan Jurnalis Tempo dan Anggota Parlemen. Dengan lugas Nursyi bilang bahwa saat ini hanya tersisa tiga jenis karakter manusia di kalangan elit bangsa, yaitu : 1. Penikmat hasil kejahatan, 2. Para Penjilat, 3. Para Pengkhianat bangsa.

***

Sesungguhnya apa yang dikemukakan para pemikir di atas, sangat sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW dalam salah satu hadisnya pada 14 abad silam. Nabi yang mulia dan agung itu dalam salah satu hadisnya yang shahih mengatakan : “Bilamana kalian menemukan kemungkaran, maka cegahlah dengan tanganmu. Kedua, cegahlah dengan lisanmu, atau bila tidak mampu berdoalah di dalam hatimu dan itulah selemah-lemahnya iman.” (HR Abu Sa’id Al-Kudri Ra). Klop pisan. Maksudnya, kita semua janganlah berdiam diri atau “mingkem” terhadap malapetaka yang menghadang kita semua.

Lebih dari itu, Nabi yang Umi dan Mulia ini juga mengingatkan perihal hakim yang tidak berpijak kepada kebenaran dan keadilan. Sabdanya : “Ada tiga macam hakim, tapi hanya satu yang masuk surga, sedangkan dua hakim lainnya masuk neraka. Ada pun hakim yang masuk surga adalah hakim yang mengerti hakikat kebenaran dan keadilan, dan dengan itu ia memutuskan suatu perkara. Sementara dua hakim lainnya adalah hakim yang tahu kebenaran dan keadilan, tapi memutuskan perkaranya dengan mengabaikan kebenaran dan keadilan. Sedangkan satu hakim lainnya yang menjadi penghuni neraka adalah hakim yang memutus perkara lantaran dungu dan bodoh.” (HR Abu Daud Ra).

Lebih jelas lagi adalah pernyataan Allah dalam Al-Qur’an, khususnya QS Al-Jin/72 Ayat 14 – 15 :
“Dan di antara ksmi ada yang Islam dan ada yang menyimpang dari kebenaran. Siapa yang Islam, maka mereka itu telah memilih jalan yang lurus. Dan ada pun yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka menjadi bahan bakar bagi neraka jahanam.”

Kiranya merupakan sebuah kalimat Allah yang agung dan otentik serta kekal abadi. Kita yakin-seyakin-yakinnya hal itu pasti bakal terjadi.

Alfa-Omega, mengingat ancaman hukuman Allah itu begitu dahsyatnya bagi para penyeleweng termasuk hakim yang nakal, lalim dan dungu, terlebih Hakim Mahkamah Konstitusi yang fungsi dan perannya sentral dan strategis dalam menjaga konstitusi negara bagi kelangsungan bernegara, berpemerintahan dan berbangsa, dianjurkan hakim-hakim MK untuk bersumpah sebelum menyidangkan suatu perkara atau yudicial review.

Dalam hal ini “Sumpah Mubahalah” yang termaktub dalam QS Ali Imran/3 Ayat 61, yaitu Sumpah Besar yang melibatkan istri/suami, anak, cucu dan mantu yang intinya adalah : siap dilaknat/diazab Allah segera jika berdusta atau menyeleweng dalam mengadili dan memutus perkara. Lengkapnya bunyi ayat Allah tersebut adalah : ” Marilah kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istrimu, kami sendiri dan kamu juga, kemudian marilah kita bermubahalah.” Sesuai kedudukannya sebagai Lembaga Negara Pengawal Konstitusi, sumpah demikian kiranya pantas dan layak. Allahu ‘alam bishowab. **

1

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *