by

Perjalanan Panjang 60 Tahun RKUHP, Kini Sah Jadi Undang-Undang

DEPOKRAYANEWS.COM-Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi undang-undang. Hal itu terjadi dalam pengambilan keputusan tingkat II yang dilakukan DPR Rapat Paripurna ke-11 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023, Selasa 6 Desember 2022.

Pengesahan RKUHP menempuh perjalanan cukup panjang dalam hitungan puluhan tahun. Konon, RKUHP yang kini disahkan merupakan upaya untuk menggusur KUHP sebelumnya yang merupakan warisan kolonial Belanda. 

Perjalanan panjang dan berlika-liku hingga RKUHP resmi jadi Undang-undang tersebut juga tak terlepas dari segudang pertentangan dan kritik dari berbagai lapisan masyarakat, dari mahasiswa, akademisi, aktivis sosial, hingga para pakar hukum.

Seperti diberitakan, KUHP sebelumnya merupakan warisan dari masa kolonial Hindia Belanda dengan nama resmi Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie (WvSNI). Hal ini dikarenakan setelah Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, pemerintah belum menetapkan terjemahan resmi WvSNI. KUHP merupakan induk peraturan hukum pidana di Indonesia. WvSNI merupakan turunan dari Wetboek van Strafrecht (WvS) yang diberlakukan di Belanda sejak tahun 1886.

Seiring dengan kemerdekaan Indonesia, berbagai upaya dilakukan untuk merumuskan kitab undang-undang yang menyesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia.

Pembahasan RKUHP telah melampaui 7 pemerintahan presiden yang telah memimpin Republik Indonesia sejak awal berdiri.
Pembahasan pertama RKUHP dilakukan pada tahun 1946, dengan mengubah WvSNI menjadi Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau KUHP.

Kemudian pembahasan kembali dilakukan dalam Seminar Hukum Nasional I pada 1963 dan upaya realisasi dilakukan pada 1970.

Memasuki era Reformasi, realisasi RKUHP tak kunjung berbuah meski telah menempuh berbagai kepemimpinan presiden dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui tim penyusun RKUHP.

Pembahasan untuk menyelesaikan RKUHP makin digalakkan, terutama pada DPR periode 2014-2019.

Pembahasan RKUHP pada masa pemerintahan Presiden Jokowi di kedua periode kepemimpinannya sarat akan kritik dan pertentangan.

Berbagai pihak, tak terkecuali mahasiswa kerap turun ke jalan dan berdemonstrasi menentang pengesahan RKUHP tersebut. Seperti yang terjadi pada bulan Juni 2022 lalu.

Ratusan aktivis dan mahasiswa membentuk massa aksi unjuk rasa yang mereka gelar di Kawasan Patung Kuda, Jakarta, Selasa 21 Juni 2022 lalu dan menuntut pembahasan RKUHP dilakukan secara transparan.

“Mendesak Presiden dan DPR RI untuk membuka draf terbaru RKUHP dalam waktu dekat serta melakukan pembahasan RKUHP secara transparan dengan menjunjung tinggi partisipasi publik yang bermakna,” teriak massa kompak.

RKUHP kerap menuai kontroversi terhadap beberapa pasal yang dinilai bermasalah, seperti salah satunya Pasal 256 yang substansinya yakni orang yang melakukan demonstrasi atau piawai tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, maka terhadapnya dapat dikenakan sanksi pidana 6 bulan kurungan.

Pasal tersebut akhirnya dinilai oleh publik berpotensi mengancam demokrasi dan kebebasan berpendapat.

Kendati dinilai bermasalah, DPR RI tetap tegas mengesahkan RKUHP dalam sidang paripurna masa persidangan II tahun sidang 2022-2023 yang digelar Selasa 6 Desember 2022.

“Kami menanyakan kembali kepada seluruh peserta sidang apakah Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Hukum Undang-Undang Pidana dapat disetujui menjadi undang-undang?,” tanya pimpinan rapat DPR RI Sufmi Dasco Ahmad.

“Setuju,” jawab seluruh peserta sidang.

Dasco akhirnya mengetok palu sebagai simbol disahkannya RKUHP setelah kurang lebih 60 tahun menempuh perjalanan panjang. Selanjutnya, KUHP terbaru itu diserahkan ke pemerintah untuk diteken Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan diberi nomor untuk masuk ke dalam lembar negara. (mad/ril)

1

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *