by

Sunat Perempuan Harus Dihentikan, Sangat Berbahaya

Ilustrasi sunat perempuan

Depokrayanews.com- Praktik sunat perempuan masih kerap ditemukan di berbagai masyarakat di Indonesia. Padahal, menurut Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPPPA) Indra Gunawan praktik sunat pada perempuan berbahaya, tidak diperlukan, dan melanggar hak perempuan.

“Pemotongan/perlukaan genital perempuan atau sunat perempuan merupakan praktik berbahaya yang secara eksklusif ditujukan kepada perempuan dan anak perempuan yang dapat mengakibatkan masalah kesehatan hingga memicu depresi dan trauma,” kata Indra baru-baru ini.

Sementara itu, Sekretaris Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Komisariat Jakarta Selatan Muhammad Fadli mengatakan perempuan tidak memerlukan sunat.

“Organ genitalia perempuan terlahir sudah optimal dan sempurna, berbeda dengan laki-laki yang harus disunat untuk menghindari masalah kesehatan di kemudian hari,” jelasnya.

Berbeda dengan perempuan, Fadli mengatakan sunat pada laki-laki memiliki prosedur standar operasional dan praktik yang seragam. Sementara sunat pada perempuan tidak memiliki prosedur standar dan keseragaman di berbagai daerah.

Ia melanjutkan, praktik sunat pada perempuan berbahaya karena merupakan tindakan sengaja yang dilakukan untuk mengubah atau mencederai organ genital perempuan tanpa ada indikasi medis. Praktik itu dapat menimbulkan masalah kesehatan hingga komplikasi langsung maupun jangka panjang.

Oleh sebab itu, Indra mengatakan pemerintah berkomitmen menghapuskan segala bentuk praktik berbahaya seperti perkawinan anak dan sunat perempuan. Hal itu juga masuk dalam salah satu sasaran Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG’s) hingga 2030.

Sementara itu, fatwa Lembaga Fatwa Mesir dan Universitas Al Azhar Mesir pada Februari 2020 setelah terdapat kasus anak perempuan meninggal karena disunat pada Januari 2020.

“Fatwa itu terang benderang dan dengan argumentasi kuat menyatakan khitan perempuan bukan bagian dari syariah karena hadist dan Quran-nya tidak tegas. Itu bagian dari kebiasaan atau tradisi yang harus dikembalikan kepada yang kompeten, yaitu kedokteran,” katanya. (antara)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *