by

Ternyata Diabetes di Asia dan Eropa Berbeda

Ternyata ada perbedaan diabetes di Asia dan Eropa berbeda.
Ternyata ada perbedaan diabetes di Asia dan Eropa berbeda.

Depokrayanews.com- Penyakit diabetes melitus atau kencing manis bisa menyerang siapa saja, baik orang bertubuh gemuk maupun yang bertubuh kurus.

Meski begitu, pakar menjelaskan diabetes pada orang gemuk dan kurus sangat berbeda.

Dalam 33th World Congress of Internal Medicine (WCIM) 2016 di Nusa Dua, Bali, pekan lalu, Prof Sidartawan Soegondo, Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia, menjelaskan bahwa diabetes melitus sudah menjadi penyakit yang mengancam siapa saja. Ancaman diabetes tidak hanya terjadi pada orang-orang yang bertubuh gemuk, namun juga orang-orang yang memiliki tubuh kurus.

“Ada sebuah penelitian yang membandingkan diabetes di Asia dan Eropa-Amerika. Dalam penelitian tersebut dikatakan pasien diabetes orang Eropa-Amerika biasanya bertubuh gemuk, sementara pasien diabetes Asia bertubuh kurus,” tutur Prof Sidartawan kepada detikHealth.

Dijelaskan Prof Sidartawan, pasien diabetes Eropa-Amerika yang bertubuh gemuk biasanya mengalami resistensi insulin. Resistensi insulin yang dialami pasien diabetes membuat insulin yang dihasilkan pankreas tidak lagi mampu mengolah glukosa dalam darah menjadi energi seperti seharusnya.

Dengan kata lain, pasien diabetes karena resistensi insulin memiliki jumlah dan kadar insulin yang cukup dan pankreas yang berfungsi normal. “Hanya saja insulinnya tidak bekerja dengan baik, jadi meski jumlahnya cukup, tapi kadar gula dalam darah masih tinggi karena tidak diolah dengan baik,” ungkapnya.

Di sisi lain, pasien diabetes dari Asia cenderung memiliki tubuh yang kurus dan berat badan normal. Nah, diabetesnya sendiri disebabkan oleh produksi insulin yang rendah dari pankreas, atau biasa disebut juga sebagai defisiensi insulin.

“Ini kebalikannya, jadi insulinnya mungkin kerjanya normal, tapi jumlahnya sangat sedikit, jadinya tidak mampu mengolah seluruh gula dalam darah, yang menyebabkan gula darahnya tinggi,” urai pria yang sudah berusia di atas 70 tahun ini.

Ia menyebut sampel pasien diabetes Asia yang diambil berasal dari Asia Timur yakni Jepang, Korea Selatan dan China. Memang belum ada penelitian serupa di Indonesia. Meski begitu, Prof Sidartawan tetap meminta masyarakat untuk melakukan pengecekan gula darah, terutama yang memiliki faktor risiko diabetes dari orang tua.

“Mau gemuk atau kurus, kalau orang tuanya ada diabetes segera periksa, walaupun umur masih 20-an. Karena kita tidak tahu kapan diabetes menyerang atau bisa saja malah sudah kena pre-diabetes,” paparnya.+

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *