by

Siapa Investor Monorel di Depok? (2)

Catatan: Despandri, Pemimpin Redaksi Depokratyanews.com

Membangun monorel menjadi salah satu alternative moda transportasi public yang efektif dan efisien. Biayanya dianggap jauh lebih murah dibanding membangun jalan baru. Dampak sosial akibat pembebasan lahannya juga lebih kecil.

Lihat betapa alotnya pembangunan jalan tol di wilayah Kota Depok. Untuk pembebasan lahan bisa bertahun-tahun. Investor banyak yang kapok membangun jalan tol melintas di wilayah Depok. Ingat, berapa tahun pembangunan Tol Jagorawi-Beji, yang kini diteruskan ke Cinere. Begitu juga jalan Depok-Antasari. Sampai sekarang masih ada sisa-sisa kasus pembebasan lahannya.

Luas lahan yang akan dibebaskan untuk tapak atau tiang monorel jauh lebih sedikit ketimbang membangun jalan biasa atau tol. Prosesnya pun akan lebih cepat. Tapi apapun, tetap membutuhkan anggaran yang sangat besar.

Hitungan sementara untuk membangun 4 koridor monorel, dibutuhkan dana Rp 22 triliun. Itu estimasi Tahun 2019, ketika perencanaan dibuat. Kalau dibangun tahun ini, paling tidak estimasinya bisa ditambah 10 persen sampai 15 persen lagi. Makin ditunda, tentu biayanya makin mahal.

Pemkot Depok bekerja sama dengan sejumlah pakar sudah melakukan kajian terhadap rencana itu. Saya belum tahu apakah sudah ada kajian skala ekonomisnya. Misalnya berapa perkiraan jumlah rata-rata penumpang per hari. Berapa harga tiket, sehingga ujungnya bisa diketahui berapa lama modalnya bisa kembali (BEP).

Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mendapatkan tambahan pendapatan kalau monorel itu sudah beroperasi. Misalnya dari biaya pemasangan iklan di lambung monorel, iklan di stasiun, iklan di dalam monorel dan sebagainya.

Pembangunan stasiun pun bisa dikerjasamakan dengan pihak investor seperti yang terjadi di stasiun MRT. Satu stasiun dibiayai oleh satu atau dua investor. Anggarannya bisa dalam bentuk kompensiasi pemasangan iklan selama 10 tahun sekaligus.

Kalau ini bisa dilakukan, tentu pemerintah tidak perlu lagi memikirkan biaya pembangunan stasiun. Tinggal biaya pembangunan rel. Anggaran untuk pembebasan lahan memang menjadi tanggungjawab pemerintah Kota Depok. Atau mau diserahkan sepenuhnya kepada swasta, bisa juga, seperti investor pembangunan jalan tol. Tinggal membuka skema kerjasamanya.

Yang pasti, pembangunan monorel harus kerja gotong royong. Ide dan konsep bisa dari Pemkot Depok. Tapi untuk pembangunannya Pemkot Depok tidak punya uang. Karena APBD Kota Depok baru sekitar Rp 3 triliun. Tidak ada acara lain, harus merangkul swasta atau investor.

Lalu, pertanyaanya, siapakah investor yang tertarik ? Investor lokal, atau investor asing ? Di Makasar pernah ada wacana, pembangunan monorel dibiayai oleh investor Malaysia. Tapi kemudian mereka mengundurkan diri.

Kabarnya, ada calon investor dari Jepang dan sudah beberapa kali melakukan koordinasi dengan Pemkot Depok. Sampai hari ini, belum ada keputusan apa-apa. Baru sekedar penjajakan. Saya tidak tahu apakah Jepang hanya sekedar konsultan, atau sekaligun jadi investor.

Saya mendengar ada dua perusahaan swasta nasional yang siap untuk berkontribusi dalam mega proyek pertama di Kota Depok, termasuk pengembang Kawasan perumahaan elit. Tapi belum jelas, sejauh mana kontribusinya. Apakah menjadi investor, atau membantu biaya pembangunan stasiun.

Apapun, ini patut dihargai. Kalau Pemkot Depok bisa mengumpulkan semua pengembang property besar yang punya lahan di Kota Depok, kemudian mempresentasikan rencana pembangunan monorel, saya yakin mereka tertarik.

Ada sejumlah konglomerat yang punya lahan di Kota Depok, seperti kelompok Sinar Mas, Djarum, Metropolitan, Boy Tohir, Tommy Winata, Chairul Tanjung, Pesona Group dan banyak yang lain.

Walikota bisa saja menawarkan kepada mereka untuk pembangunan stasiun. Tentu di wilayah mereka masing-masing. Paling tidak, pemerintah tidak perlu mengeluarkan anggaran untuk pembebasan lahan dan pembangunan stasiunnya.
Saya yakin mereka tertarik karena akan memberikan dampak ekonomi yang luar biasa bagi pengembangan wilayah mereka. Kehadiran monorel akan menjadi nilai jual bagi proyek property mereka.

Kepala Bappeda Kota Depok, Dadang Wihana mengatakan, sejauh ini Pemkot Depok tengah melakukan pendekatan dengan Kemenhub. ‘’Kami menyadari pembangunan monorel butuh investasi yang besar dan sifatnya jangka panjang,” kata Dadang.

“Butuh permodalan cukup tinggi, dari sisi (permodalan) ini sebenarnya yang sedang dibahas oleh konsorsium diantaranya para pengusaha,” lanjut Dadang. Dadang memastikan Kemenhub memberikan lampu hijau kepada Pemerintah Kota Depok untuk membangun monorel .

“Kementerian mendukung karena sudah ada hasil kajiannya. Cuma memang kemarin sempat terganggu pandemi sehingga seluruh pendekatan termasuk perusahaan-perusahaan yang sudah sempat gabung terganggu pendapatannya,” kata Dadang.

Idris mengatakan pembangunan monorel di Depok akan dimulai dari LRT Cibubur Harjamukti ke Pondok Cina hingga Sawangan.”Ini sangat terkait dengan pusat. Nanti dari LRT Cibubur dihubungkan ke Pondok Cina, dari sana ada beberapa ruas nanti. Dari pondok Cina, nanti ke Bojongsari, Cinere, terus putar ke Sawangan.,’’ kata Idris.

Meski belum ada bayangan dana, tapi Idris mengklaim sudah banyak calon kontraktor yang akan ikut lelang. Rencananya, proses lelang akan dilakukan pada 2022. “Itu kalau sudah ada pengesahannya ya. Karena nanti yang melakukan itu pihak ketiga dengan kontrak kerja 20 sampai 30 tahun,” jelas Idris.

Jika monorel sudah mendapat persetujuan pemerintah, dan siap untuk dibangun, pekerjaan berikutnya adalah memikirkan subsidi bagi penumpang.

“Harus ada subsidi pemerintah untuk masyarakat. Sebab naik transportasi monorel itu mahal kayak di Malaysia dan Singapura,” kata Idris. Tapi Idris akan berjuang untuk bisa menganggarkan subsidi itu.

Imam Budi Hartono mengklaim pembangun monorel sudah masuk dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Depok. Kini persetujuan RTRW di Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) belum turun.

Kabarnya Kementerian Agraria dan Tata Ruang masih menunggu ‘’nasib’’ sejumlah situ yang hilang di Kota Depok. Pemerintah pusat meminta situ itu dikembalikan fungsinya, baru RTRW dikeluarkan. Nah, lho.

Kalau persyaratannya seperti itu, ceritanya bisa panjang. Wacana pembangunan monorel bakal tertunda bertahun-tahun. Sebab , situ-situ yang dinyatakan hilang itu, kini sudah berubah menjadi lahan sekolah, kawasan perumahan dan restoran. Apakah Pemkot Depokmampu mengembalikan fungsi situ itu dalam waktu yang singkat ?

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno, sangat pesimis Kota Depok bisa membangun monorel karena biaya pembangunannya sangat mahal.

Djoko menyarankan Pemkot Depok mengoptimalkan angkutan umum berbasis jalan raya. Monorel kata dia, sangat tidak efektif mengurangi kemacetan di Kota Depok.

“Di Pemerintah Pusat tidak ada proyek pembangunan monorel di Depok, terus siapa yang akan membiayai proyek itu,’’ tegas Djoko.

Dia menyebut, biaya pembangunan monorel 1 km mengabiskan dana Rp 500 milliar. ‘’Depok duit dari mana?” kata dia.
Tarif sekali perjalanan menggunakan monorel juga mahal. Karena itu dia memperkirakan warga Depok akan lebih memilih menggunakan moda transportasi lain atau kendaraan pribadi dari pada monorel. “Jika tidak ada subsidi dari pemerintah, tarifnya mahal, apakah akan tepat bagi warga Depok,” kata dia.

Karena itu, Djoko menyarakan agar Pemerintah Kota Depok membenahi transpotasi angkutan umum berbasis jalan raya dan pelebaran jalan seperti di Kota Bogor yang mengembangkan Trans Pakuan. Djoko menilai banyak kepala daerah yang gagal paham tentang permasalahan transpotasi. (bersambung)

1

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *