by

Beneran Nih, Kota Depok akan Bangun Monorel ? (3)

Catata: Despandri, Pemimpin Redaksi Depokrayanews.com

Teman saya di Riau tiba-tiba menelpon. Setelah berbasa-basi menanyakan kondisi kesehatan saya dan keluarga, dia kemudian mengajukan pertanyaan yang cukup menggelitik saya.

”Benaran nih Kota Depok akan membangun monorel ?,” kata Indra. Dia salah satu pejabat di Riau yang sering ikut rapat-rapat perencanaan pembangunan daerah. Saya tidak perlu sebutlah jabatannya.

Entah kenapa, saya tertawa mendengar pertanyaan Indra. ”Kenapa Indra, Anda tahu dari mana,” kata saya. Dia bilang membaca dari media cetak media online.

Panjang lebar Indra bercerita tentang konsep moda transportasi massal berbasis rel, seperti MRT dan Monorel. Tahun 2013, kata dia, Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Tundjung Inderawan mengatakan ada 5 kota di Indonesia yang segera memiliki moda transportasi massal monorel. Yakni Jakarta, Bandung, Makasar, Palembang dan Tangerang Selatan. Artinya, hampir 10 tahun yang lalu lho.

”Coba lihat di daerah mana yang sudah terealisasi monorel,” kata dia. Hampir 1 jam saya dan Indra bediskusi di telepon membahas monorel.

Tidak ada kesimpulan apa-apa dari pembicaraan kami berdua, karena memang bukan itu tujuannya. Kami pun tidak dalam kapasitas untuk mengambil kesimpulan. Tapi hanya sekedar membahas wacana yang ada. Kami bukan siapa-siapa.

Tapi karena saya berlatar belakang pendidikan teknik sipil dan Indra tata kota, ada irisan pengetahuan kami, sehingga cerita kami sambung menyambung. Apalagi sudah lebih 5 tahun belakangan saya aktif sebagai Wakil Ketua Kadin Kota Depok dan Wakil Ketua DPD Partai Golkar Kota Depok. Tentu sedikit banyak saya memahami persoalan Kota Depok.

Malam harinya saya tidak bisa tidur. Saya kemudin membuka laptop dan berselancar mencari-cari informasi tentang 5 kota yang tadinya sangat berambisi membangun monorel.

Satu per satu saya baca. Bagaimana perjalanan panjang proyek monorel di Jakarta mulai Tahun 2013, ketika Sutiyoso masih menjadi gubernur. Tapi baru di era Ahok bisa terwujud meskipun tidak semanis cerita awal. Kini monorel Jakarta hanya segitu-gitu aja.

Saya juga baca wacana pembangunan monorel di Bandung yang kemudian ganti baju dengan LRT, meskipun belum tuntas. Walikota Bandung Ridwan Kamil pada Tahun 2014, sangat optimis monorel bisa terwujud.

Proyek monorel Bandung Raya itu diperkirakan menelan dana sekitar Rp 6 triliun untuk dua koridor utama yang akan dibangun yaitu Koridor 1 dari Babakan Sliwangi – Leuwi Panjang dan Koridor II wilayah pemukiman Cimindi – Gede Bage atau mencakup Bandung Utara, Selatan, Timur dan Barat.

Tapi kemudian, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan kemudian membatalkan proyek itu karena akan membangun LRT (light rail transit) Bandung Raya sebagai bagian dari Kereta Cepat Bandung-Jakarta.

“Monorel saya kira dihapus ketika ada konsep LRT,” ujar Ahmad Heryawan pada 11 April 2016 lalu . Lalu seperti apa LRT itu sekarang ? Orang Bandung, tentu bisa jawab.

Saya juga baca kronologi rencana pembangunan monorel di Makasar yang dibahas sejak Tahun 2014. Dari awal proyek itu akan dibiayai Kalla Group, milik Jusuf Kalla. Mantan Wakil Presiden 2 kali. Tapi belakangan Kalla Group mengundurkan diri. Akhirnya wacana itu tinggal wacana. Sampai kini tidak ada wujudnya. Padahal siapa yang tidak kenal Kalla Group, raksasa bisnis dari timur. Kesiapan dananya tidak perlu diragukan.

Sebelumnya, Gubernur Sulawesi Selatan, Prof. HM Nurdin Abdullah (ketika itu) mengatakan pihaknya bersama Pemerintah Jepang melalui Badan Kerja Sama Internasional Jepang atau Japan International Cooperation Agency (JICA) akan membangun Moda Raya Terpadu/Mass Rapid Transit (MRT) di Makassar. Pembangunannya dari Bandara Internasional Sultan Hasanuddin (Sulhas) ke Pusat Kota Makassar.

Pembangunan moda transportasi massal itu akan dibiayai oleh JICA. Untuk itu terlebih dahulu akan melalukan studi kelayakan proyek atau feasibility study (FS) project.

“Mereka sudah mengatakan mulai dari FS dulu, FSnya selesai kita akan bicara soal financing,” kata Nurdin pada Kamis, 27 Februari 2020. Lalu bagaimana kelanjutannya ? Masih belum jelas.

Setelah bolak-balik membaca proyek monorel di Indonesia, baru saya tahu Pemerintah Kota Tangerang Selatan dan Provinsi Banten ternyata yang punya mimpin pertama membangun monorel yakni Tahun 2010.

Pemerintah setempat sudah mengkaji rencana pembangunan monorel jalur Serpong – Bandara Soekarno Hatta, sebagai program peningkatan sarana perhubungan kota. Tapi apa yang terjadi sekarang. Meskipun gubernur dan walikota sudah 4 kali berganti, monorelnya tidak kunjung ada.

Kota Palembang di Sumatera Selatan sedikit lebih beruntung bisa mewujutkan Lintas Rel Terpadu (LRT) Sumatra Selatan, atau LRT Palembang karena sarana transportasi itu akan digunakan oleh penonton dan atlet pada Pesta Olahraga Asia (Asian Games) 2018.

Kalau Palembang tidak termasuk salah satu kota tempat pelaksanaan pertandingan cabang olahraga Asian Games, belum tentu Palembang punya LRT sampai kini. Proyek itu menelan biaya Rp 10,9 triliun.

Lima kota tadi, tentu punya tujuan yang sama untuk membangun monorel. Yakni sebagai moda transportasi massal yang murah dan bisa mengurangi kemacetan. Dengan hadirnya monorel ataupun LRT, diharapkan masyarakat beralih ke transportasi publik.

Monorel tidak membutuhkan lahan luas seperti membangun jalan baru. Hitung-hitungan Jusuf Kalla (ketika menjadi wapres), membangun monorel atau LRT jauh lebih murah dan efisien ketimbang membangun jalan baru.

Lalu bagaimana dengan Kota Depok ? Seriuskah punya mimpi membangun monorel ? Cerita saya tentang 5 daerah yang punya ambisi membangun monorel bukan bermaksud untuk mematahkan semangat pak wali. Tapi hanya sekedar memberikan gambaran bahwa membangun monorel bukan seperti memberikan dana bantuan, yang sering dilakukan pak wali.

Tapi ini butuh perencanaan yang matang. Melihat dari berbagai aspek. Membangun monorel butuh seorang komandan yang kuat, tidak sekedar formaslitas. Membangun koordinasi dengan banyak pihak, pemerintah pusat, calon investor, tenaga ahli, termasuk yang sudah berpengalaman di bidang transportasi massal seperti PT KAI.

Kemudian bagaimana keseriusan Pemkot Depok menyelesaikan tugas dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) tentang situ-situ yang hilang di Depok untuk dikembalikan fungsinya. Sebab, kalau situ itu tidak dikembalikan fungsinya, maka RTRW Kota Depok tidak akan ditandatangani. Pembangunan monorel sangat terkait dengan RTRW itu.

Sekedar informasi di Kementrian ATR tercatat ada 28 situ di Kota Depok. Tapi yang eksisting hanya 23 situ. Kemana 45 situ lagi ? Sekda Kota Depok Supian Suri kabarnya sudah mulai menjajaki penyelesaianan masalah itu dengan melihat langsung keberadaan situ yang sudah berubah fungsi itu.

Kesimpulan Supian Suri, dari 5 situ itu, hanya 4 situ yang berpotensi untuk dihidupkan kembali yakni Situ Paair Putih, Situ Krukut, Lembah Gurame, Saung Telaga. Tapi itu pun tidak mudah, kenapa?

Dari 4 situ tadi, hanya 2 situ yang masih dalam penguasaan Pemkot Depok yakni Situ Krukut (Lokasi SMPN 13 Depok) dan Lembah Gurame yang kini menjadi salah satu kawasan wisata Depok. Sedangkan dua situ lagi yakni Situ Pasir Putih dan Saung Telaga sudah beralih fungsi. Situ Pasir Putih sudah menjadi kawasan Perumahan. Sedangkan Saung Telaga sudah menjadi restoran. ”Ini menjadi tantangan tersendiri,” kata Supiah Suri.

Kalau pun Pemkot Depok punya uang untuk membeli lahan itu, tentu itu tidak mudah. Saung Telaga masih mungkin. Tapi kalau Situ Pasir Putih yang sudah menjadi ratusan perumahan, mau dikemanain warga di situ. Mau direlokasi ? Tidak mudah juga.

Karena itu, membangun monorel menghadapi tantangan yang luar biasa. Sekarang tinggal ketegasan dan keseriusan Pemkot Depok agar ini tidak sekedar menjadi wacana atau memberikan harapan palsu kepada masyarakat.

Mudah mudahan ini tidak sekedar wacana. Atau sekedar meninggalkan pekerjaan rumah (PR) bagi walikota berikutnya. seperti yang dilakukan Nur Mahmudi yang mengeluarkan gambar underpass Jalan Dewi Sartika beberapa hari menjelang habis masa jabatannya. (selesai)

1

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *