by

Pekerja di Depok Didominasi oleh Buruh

DEPOKRAYANEWS.COM– BPS Kota Depok mencatat, pada tahun 2022, pekerja di Kota Depok paling banyak berstatus buruh/karyawan/pegawai dengan persentase sebesar 64,16%. Kemudian tertinggi kedua yakni berusaha sendiri sebesar 20,25%. Sementara yang paling sedikit adalah yang berstatus buruh tetap/dibayar, hanya sebesar 2,87%.

Dibandingkan 2021, status yang mengalami kenaikan persentase terbesar adalah status buruh/karyawan/pegawai yaitu dengan kenaikan 3,79% poin. Di mana pada 2022 sebesar 64,16% dan pada 2021 sebesar 60,38%.

Sedangkan status pekerjaan yang mengalami penurunan persentase terbesar adalah status berusaha dibantu pekerja tetap dan dibayar yaitu sebesar 1,33%. Dari 21,9% pada 2021 menjadi 20,25% pada 2022.

Berdasarkan status pekerjaan utama, penduduk bekerja formal di Depok pada 2022 mendominasi, yakni 67,03% atau naik dari persentase pada 2021 yang mencapai 64,57%. Sementara pekerja informal pada 2022 sebesar 32,97% atau turun dibandingkan posisi pada 2021 yang sebesar 35,43%.

Kemudian BPS Kota Depok juga mencatat, pada 2022, tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Kota Depok masih tinggi, yakni mencapai 7,82%. Secara persentase angka itu turun dibandingkan dengan tingkat pengangguran pada 2021 yang mencapai 9,76%.

Secara rinci, pada 2022, TPT laki-laki sebesar 8,24% atau lebih tinggi dibandingkan TPT perempuan yang sebesar 7,11%.

“Dilihat berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh angkatan kerja, TPT pada 2022 mempunyai pola yang hampir sama dengan 2021,” jelas BPS Kota Depok.

Secara rinci, pada Agustus 2022, TPT dari tamatan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang paling tinggi dibandingkan tamatan jenjang pendidikan lainnya, yani sebesar 38,93% atau turun dibandingkan persentase pada 2021 yang sebesar 40,35%.

Tingkat pendidikan selanjutnya yang mencatatkan angka pengangguran tertinggi pada 2022 di Kota Depok yakni lulusan S1, S2, S3 (Universitas) yang mencapai 14,63% angka ini melonjak dibandingkan persentase pada 2021 yang mencapai 9,38%.

Adapun TPT yang paling rendah adalah pada pendidikan Diploma I/II/III yang sebesar 3,03% atau lebih rendah dibandingkan angka pada Agustus 2021 yang mencapai 4,64%.

Data BPS Kota Depok juga mengungkapkan pada 2022 angka kemiskinan mencapai 64,36 ribu atau 2,53%. Angka tersebut menurun dibandingkan jumlah persentase pada 2021 yang mencapai 63,86 ribu atau 2,58%

Persentase penduduk miskin Kota Depok tahun 2022 yang sebesar 2,53% menduduki urutan nomor satu terendah Jawa Barat. Angka kemiskinan tertinggi di Jawa Barat terjadi di Indramayu dengan persentase 12,77%.

“Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur menurut garis kemiskinan,” jelas BPS.

Adapun garis kemiskinan mencerminkan nilai rupiah pengeluaran minimum yang dibutuhkan seseorang untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya selama sebulan, baik kebutuhan makanan maupun non makanan.

Penduduk dikatakan miskin apabila memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.

Garis Kemiskinan (GK) Kota Depok pada periode 2020 ke 2021 naik 2,45% dari Rp 688.194 per kapita per bulan menjadi Rp 705.084 per kapita per bulan.

Sementara itu pada periode 2021 ke 2022, GK Kota Depok naik dari Rp 705.084 per kapita per bulan menjadi Rp 744.771 per kapita per bulan.

BPS Kota Depok juga mencatat, indeks keparahan kemiskinan (P2) Kota Depok mengalami kenaikan sebesar 0,01 poin dari 0,06 pada 2020 menjadi 0,07 pada 2021. Pada 2022, P2 pun kembali naik sebesar 0,03 poin dari 0,07 menjadi 0,10.

“Indeks keparahan kemiskinan(Poverty Severity Index-P2) memberikan informasi mengenai gambaran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin,” jelas BPS.

Adapun dilihat dari status bekerja, penduduk miskin usia 15 tahun ke atas di Kota Depok pada 2022 didominasi atau 53,74% adalah penduduk yang tidak bekerja, sisanya 46,26% bekerja baik sebagai pekerja informal maupun pekerja formal.

Persentase pengeluaran per kapita untuk makanan penduduk miskin di Kota Depok pada 2022 mencapai 58,61%. Berbeda dengan penduduk tidak miskin yang persentase pengeluaran per kapita untuk makanannya hanya 41,44%. (ril)

1

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *