by

Sistem Kapitasi dan Pelayanan Faskes Terhadap Peserta BPJS Kesehatan

DEPOKRAYANEWS.COM- Pagi itu cuaca agak dingin, karena hujan ringan membasahi kawasan Sawangan, Kota Depok. Matahari belum kelihatan menyinari alam. Masih agak gelap. Aktifitas masyarakat belum banyak. Jalan Raya Sawangan yang biasanya macet parah setiap hari, tampak masih lengang.

Jam di tangan masih menunjukan pukul 05.05 wib. Di masjid, jemaah baru saja selesai menunaikan Shalat Subuh.

Tapi di tenda kerucut berwarna putih yang ada di samping kanan Klinik Tugu Sawangan sudah tampak duduk beberapa orang. Wajahnya tidak terlalu jelas, karena masih gelap. Ada yang mengenakan jaket. Mungkin karena kedinginan setelah naik motor dari rumah. Ada juga anak muda yang lagi asik main hp.

”Saya antri mau berobat gigi. Saya sampai sini pukul 05.03,” kata Indra mengawali obrolan. Padahal di jadwal, klinik itu baru buka pukul 07.00 wib. Dan dokter baru datang, pukul 08.00 wib. Sebagian ada yang ngaret sampai pukul 08.30 wib.

Indra bercerita, dua hari lalu dia sudah datang ke Klinik Tugu untuk tujuan yang sama, mau menambal giginya yang berlobang. ”Tapi saya ga kebagian nomor, karena di klinik ini pasien BPJS Kesehatan dibatasi hanya 10 orang pagi dan 10 orang siang,” kata Indra.

Dua hari lalu dia datang pukul 06.00 wib. Tapi sudah tidak kebagian nomor. Dia kembali ke rumahnya di Bedahan. Padahal Indra sudah terlanjur minta izin tidak masuk kerja karena mau ke dokter.

Hari ini Indra minta izin lagi untuk tidak masuk kantor. Lagi-lagi karena mau ketemu dokter. Kali ini, Indra datang pagi-pagi subuh. ”Alhamdulillah, saya kebagian nomor. Memang kudu antri dari subuh untuk bisa berobat mah,” kata dia sambil tertawa cengegesan.

Kenapa tertawanya begitu ? ”Bagi saya aneh saja. Apakah memang harus datang subuh begini untuk bisa berobat pagi. Apakah tidak ada sistem yang bisa diterapkan sehingga masyarakat yang sudah membayar iuran BPJS Kesehatan itu bisa dilayani dengan baik. Lebih manusiawi. Kecuali mau berobat gratis, ya kagak apa apa rela antri lama mah,” kata dia dengan logat khas Bedahan.

Dengan sistem yang ada sekarang, asyarakat yang sakit harus membuang waktunya 3 jam untuk baru bisa bertemu dokter. Datang jam 05,00 wib, nanti dokter datang jam 08.00. Itupun kalau dokternya tidak ada kegiatan dulu sebelum ke klinik atau Puskesmas.

Di Klinik Tugu misalnya, dulu poli gigi masih bisa melayani 15 pasien pagi dan 15 pasien siang. Tapi kini, kuotanya dikurangi hanya 10 pasien. Ketentuan itu hanya berlaku untuk pasien peserta JKN. Untuk pasien umum, tidak ada batasan.

Kalau pasien umum banyak, maka derita lagi bagi pasien BPJS Kesehatan, karena waktu tunggu semakin lama. Kenyataanya, peserta JKN masih dianggap warga kelas dua meskipun pihak BPJS Kesehatan berteriak-teriak tidak boleh membeda-bedakan pasien JKN dan pasien umum. Siapa yang mengawasi di lapangan ? Yang merasakan peserta JKN. Masyarakat tidak tidak terbiasa membuat laporan.

Kalau jumlah kuota pasien BPJS Kesehatan makin dibatasi, maka semakin sulit bagi mereka untuk berobat. Mereka harus antri lagi untuk mendapatkan nomor pada hari berikutnya.Kalau tidak kebagian lagi, ya harus antri lagi untuk hari berikutnya. Kondisi ini sangat mungkin terjadi, karena jumlah pasien jauh lebih banyak dari kuota yang tersedia.

Pihak Klinik Tugu mengatakan, dulu pernah menerapkan sistem buka pendaftaran dari pukul 05.00. Setelah mendapat nomor, pasien bisa pulang dulu ke rumah untuk datang kembali menjelang jadwal kedatangan dokter pukul 08.00 wib. Tapi sistem itu mendapat protes dari pasien, karena nomor pendaftaran sudah penuh tapi pasiennya tidak kelihatan. Diduga terjadi sistem titip ambil nomor.

Sejak itu, Klinik Tugu memberlakukan sistem datang langsung. Yang datang 10 orang pertama dipastikan bakal mendapat pelayanan dokter. Kalau datang nomor 11 dan seterusnya, silakan balik kanan. Pasien 10 orang tadi tidak boleh meninggalkan ruang tunggu. Kalau ada yang pergi dan tidak kembali dalam jangka waktu tertentu, nomornya bisa hilang. Maka jadilah, orang yang sakit tadi harus menahan sakitnya untuk 3 jam ke depan.

Inilah kah potret dunia kesehatan Indonesia, di tengah semakin canggihnya teknologi saat ini ? Sampai kapan pasien peserta JKN harus dinomorduakan oleh fasilitas kesehatan ? Padahal kini hampir 70 persen ”nafas” fasilitas kesehatan datang dari BPJS Kesehatan.

Apakah sistem pembayaran kapitasi masih relevan untuk bisa memberikan pelayanan terbaik ?

Sistem pembayaran kapitasi adalah system pembayaran yang dilaksanakan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) khususnya Pelayanan Rawat Jalan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan yang didasarkan pada jumlah peserta yang terdaftar di FKTP tersebut dikalikan dengan besaran kapitasi per jiwa.

Artinya, FKTP mendapat pembayaran dari BPJS Kesehatan bukan dari jumlah pasien yang datang berobat. Tapi berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar di FKTP tersebut. Sementara FKTP membayar jasa dokter berdasarkan jumlah pasien yang datang. Bila di satu FKTP jumlah peserta terdaftar 40 ribu orang. Tapi yang datang berobat hanya 3.000 orang per bulan. BPJS membayar ke FKTP untuk 40 ribu orang, bukan untuk 3.000 orang. Wow. Apakah ini dianggap fair dibanding pelayanan yang diberikan ?

Hitungan sederhana, dengan jumlah peserta BPJS Kesehatan di satu klinik 40 ribu, kemudian dikalikan dengan kapitas per jiwa Rp 8.000. maka FKTP sudah mengantongi dana Rp 320 juta per bulan dari BPJS Kesehatan. Atau Rp 3,8 miliar per tahun. Angka yang sangat besar. Dalam 2 tahun bisa membangun satu FKTP lagi. Sementara, FKTP hanya mengeluarkan jasa dokter untuk 3.000 pasien, bukan untuk 40 ribu orang.

Secara bisnis, sah-sah saja, kalau kemudian FKTP membuat aturan-aturan pembatasan kuota jumlah pasien per hari. Kalau perlu kuota cukup 5 pasien saja setiap hari. Kalau itu yang terjadi bagaimana nasib pasien BPJS Kesehatan, tentu akan semakin terpuruk, ditambah sakit hati karena kecewa tidak kebagian nomor antrian.

Secara hati nurani, haruskah itu dilakukan FKTP ? Ini soal kemanusian, soal jiwa orang. Bukan soal barang dagangan yang bisa diatur seenaknya. Sepantasnya, FKTP memberikan pelayanan terbaik kepada semua pasien, termasuk pasien JKN. Tidak ada warga kelas satu dan warga kelas dua. Karena pada kenyataannya, FKTP mengantongi banyak dana dari BPJS Kesehatan.

BPJS Kesehatan perlu melakikan pengawasan yang ketat terhadap FKTP dan berikan sanksi yang tegas bagi FKTP yang tidak memberikan pelayanan terbaik, termasuk sistem antrian dan kuota jumlah pasien tadi. Sistem antrian online yang dibuat belum bisa berjalan baik dengan berbagai alasan.

Selamat ulang tahun ke-54 BPJS Kesehatan, 15 Juli 2022.
(red)

1

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *